Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
Cabang Iman Ke 6-7 dan Hikayat Jangan Menentang Kehendak Allah

Cabang Iman Ke 6-7 dan Hikayat Jangan Menentang Kehendak Allah

 بسم الله الرّحمن الرّحيم

Cabang Iman Ke 6: Iman Kepada Hari Pembangkitan

Adapun cabang iman yang lebih dari 70 cabang yang disebutkan oleh Rosulullah di dalam haditsnya diantaranya yaitu iman kepada hari pembangkitan (yaumul ba'ats).

Hari pembangkitan atau disebut yaumul ba'ats adalah hari dibangkitkannya seluruh manusia dari jamannya nabi Adam sampai umat nabi Muhammad sholallahu 'alaihi wasallam setelah dimatikan dan dimusnahkan oleh Allah, dimana alam jagad raya dimusnahkan oleh Allah ketika kiamat.

Oleh Allah manusia dihidupkan kembali setelah hari kiamat dimana seluruh alam sudah tidak ada lagi. Dihidupkannya manusia yaitu dari tulang ekornya, maka Islam mencatat bahwa makhluk yang termasuk dikekalkan oleh Allah selain ruh, yaitu tulang ekor manusia.

Kemudian mengimani bahwa semuanya itu adalah ketetapan yang dibuktikan (qodar) oleh Allah yang Maha Mulia, juga harus mengimani bahwa kelak seluruh manusia akan dikumpulkan di Mahsyar dimana akan begitu banyak manusia yang merasa malu ketika berada di Mahsyar.

Malunya manusia di Mahsyar karena Allah memperlihatkan dosa-dosa mereka dihadapan begitu banyak orang. Sehingga di Mahsyarlah dijawab akan ucapan orang ketika di dunia, "Apa itu dosa? Seperti apa itu dosa??"

Maka sebagai mu'min wajib membenarkan bahwa kelak manusia akan dibangkitkan dari kematian yang artinya mereka yang di alam barzahnya disiksa maupun yang mendapat ni'mat kubur akan dibangkitkan di hari pembangkitan.

Kemudian yang dibangkitkan oleh Allah bagi manusia yaitu fisiknya/tubuhnya, jadi manusia benar-benar kembali dihidupkan oleh Allah setelah musnahnya seluruh alam.

Seluruh manusia dihidupkan sebagaimana keadaan dia sebelum dicabut nyawanya. Di dalam kitab karyanya imam Qurtubi yakni kitab At Tadzkiroh dijelaskan bahwa dibangkitkannya manusia ketika hari pembangkitan itu sesuai dengan kondisi dia ketika dicabut nyawanya oleh Allah.

Seorang muslim harus membenarkan bahwa kejadian kiamat itu ada dan manusia akan dibangkitkan dari kematiannya oleh Allah setelah kiamat, jangan mengikuti pendapatnya orang-orang kafir.

Allah Ta'ala berfirman:


زعم الذين كفروا أن لن يبعثوا قل بلى وربى لتبعثن
"Menyangka orang-orang yang kafir bahwa tidak akan dibangkitkannya mereka itu, katakanlah (Muhammad) bahkan mereka, demi tuhanku bahwa mereka akan dibangkitkan." (At Taghobun: 7)

Kemudian Allah Ta'ala juga berfirman:


قل لله يحييكم ثم يميتكم ثم يجمعكم إلى يوم القيامة لا ريب فيه
"Katakanlah (Muhammad) Allah menghidupkan kalian, kemudian mematikan kalian kemudian mengumpulkan kalian di hari kiamat tidak ada keraguan di dalamnya." (Al Jatsiyah: 26)

Cabang Iman Ke 7: Iman Kepada Takdir

Wajib bagi setiap mukalaf membenarkan bahwasanya Allah Ta'ala menjadikan segala sesuatu dan semuanya itu sesuai dengan ilmu-Nya yaitu sifat Maha Mengetahui, yang sesuai dengan apa yang menjadi kehendaknya yang terdahulu oleh ilmunya Allah.

Jadi, apa yang terjadi adalah rencana Allah dengan sifat qudrot-Nya yakni Maha Berkehendak, dan Maha Berkehendaknya Allah tidak menghilangkan sifat-Nya yang Maha Mengetahui.

Allah Maha Mengetahui akan apa yang dikehendaki-Nya dan kehendak Allah sudah pasti disertai dengan pengetahuan-Nya karena Allah Maha Mengetahui.

Sehingga baik maupun buruk yang menimpa pada seseorang itu harus diimani bahwa itu semua datangnya dari Allah, jangan berburuk sangka kepada oranglain seperti menuduh atau menyalahkan oranglain apalagi berburuk sangka kepada Allah. Allah Maha mengetahui atas segala kehendak-Nya, maka jangan sok tahu dengan berburuk sangka kepada Allah.


Qodho dan Qodar

Iman kepada takdir termasuk rukun iman, merupakan kehendak Allah yang harus diimani oleh tiap-tiap mukalaf yang mana di dalamnya ada qodho dan qodar.

Qodho adalah ketetapan Allah yang terdahulu artinya sebelum adanya alam Allah itu berkehendak, dan sifat qodhonya Allah itu qodim artinya tak ada permulaan dan tidak didahului oleh apapun, termasuk takdir Allah kepada manusia itu sudah ada dan tertulis di lauhul mahfudz.

Bahkan sebelum adanya qolam dan lauhul mahfudz, takdir Allah kepada makhluknya itu sudah ditetapkan dan ketetapan atau kehendak Allah itu haq bukan disebabkan oleh sesuatu maka mustahil jika Allah itu terpaksa.

Sedangkan qodar adalah pembuktian dari ketetapan Allah yang qodim yang tertulis di lauhul mahfudz. Seperti datangnya kematian kepada seseorang ketika sakit dan sebagainya adalah qodar dari Allah yang sesuai dengan qodhonya Allah yang ditulis di lauhul mahfudz oleh qolam atas kehendak dan perintah Allah.

Maka pada hal yang dianggap remeh pun, seorang mu'min harus membenarkan bahwa semua yang terjadi atas kehendak Allah, seperti jatuhnya dedaunan dari tangkainya adalah atas kehendak Allah. Karena tak ada sesuatu pun yang luput dari pengaturan, pengawasan, kehendak dan kuasa Allah.

Kemudian bagi seorang mu'min bahwa seyogyanya dia itu harus ridho dengan kehendak Allah baik maupun buruknya, tidak dengan mengeluh apalagi protes, seperti halnya seseorang yang meminum jamu pahit tanpa sedikitpun diwajahnya terlihat bahwa dia merasakan pahit, maka inilah yang paling sulit.

Karena memang butuh proses dan tahapan dimana hati sampai kepada ridho. Karena jangankan Ridho, untuk mengendalikan amarah, rasa malas, was-was dan ragu pun sulit kecuali dengan dilatih dan memohon pertolongan Allah.


Jangan Menentang Kehendak Allah (Hikayat)

Syekh Nawawi Al Bantani menuliskan sebuah hikayat dari syekh Afifuddin seorang ahli Zuhud ketika beliau ada di Mesir kemudian sampai kepadanya sebuah berita tentang apa yang terjadi di Bagdad.

Kekhalifahan Bagdad kala itu runtuh oleh orang-orang Kafir. Dikabarkan bahwa muslimin di Kufah dibunuh oleh orang-orang kafir, maka selama tiga setengah tahun Bagdad tanpa kekhalifahan.

Orang-orang kafir menjadikan mushaf-mushaf Al Qur-an diikat dan ditaruh pada leher-leher anjing. Tidak hanya sampai disitu, mereka juga mengumpulkan kitab-kitab karangan ulama kemudian dibuang dengan ditumpuk di sungai Dijlah yang sekarang dikenal dengan sungai Tigris.

Cabang iman
Sungai Tigris | National Geographic

Sehingga saking banyaknya, kitab-kitab karya ulama bagdad diinjak kuda-kuda yang menyebrangi sungai tersebut layaknya sebuah jembatan.

Dari apa yang dipaparkan oleh mu'alif didalam hikayatnya membuat kita terperangah, ternyata begitu banyaknya karya ilmiah dari para cendikiawan muslim Bagdad yang ilmunya ditimbun pada sebuah sungai.

Musuh-musuh Islam tak hanya membunuh kaum muslimin pada saat itu, tapi juga memusnahkan mata rantai seluruh bidang ilmu di Bagdad, sehingga Islam tak hanya dihancurkan kekhalifahannya tapi juga ilmu pengetahuannya.

Syekh Afifudin yang mendengar kejadian itu mengingkari kedzhaliman orang-orang kafir artinya beliau mengutuk perbuatan mereka kemudian beliau bermunajat kepada Allah:

"Wahai tuhanku, kenapa bisa begini? Pada mereka itu ada anak-anak kecil dan ada orang yang tidak berdosa."

Singkat cerita, didalam mimpinya syekh Afifuddin didatangi oleh seorang laki-laki dengan membawa sebuah kitab kemudian kitab tersebut diambil oleh syekh Afifuddin ternyata di dalamnya ada dua ba'it yang bertuliskan:

دع الإعتراض فما الأمر لك # ولا الحكم في حركات الفلك

ولا تسأل لله عن فعله # فمن خاض لجة بحر حلك


Artinya:
"Tinggalkan olehmu pertentangan, karena itu bukanlah urusan bagimu # dan tidak ada hukum yang tergantung pada perubahan bintang."

"Jangan engkau tanya Allah tentang perbuatan-Nya # maka siapa saja yang masuk ke dalam gelombang lautan dia akan mati."

Maknanya:

Jangan menanyakan alasan Allah atas kehendak-Nya karena bukan urusan manusia mempertanyakan alasan kenapa Allah berbuat demikian, maka jangan menebak-nebak apalagi berburuk sangka kepada Allah.

Kemudian jangan menentang terhadap apa yang sudah Allah putuskan dengan memaksakan diri meraih apa yang dinginkan oleh nafsu yang dianggap sebuah kebenaran. Hanya Allah yang Maha Mengetahui.


Penutup

Sebagai mu'min maka sudah seharusnya mengimani apa yang disampaikan oleh Allah melalui Rosul-Nya diantaranya yaitu tentang rangkaian proses kejadian kiamat dan setelahnya.

Kemudian belajar untuk menerima pahitnya kehendak Allah dan mensyukuri terhadap kebaikan Allah atas kehendak-Nya. Karena Allah jika berkehendak tidak sepi daripada hikmah. Maka berhusnudzhon kepada Allah adalah jalan terbaik bagi seorang mu'min.

Wallahu a'lam bishowab.

Buka Komentar

Post a Comment for "Cabang Iman Ke 6-7 dan Hikayat Jangan Menentang Kehendak Allah"