Hal-hal yang Mengingatkan Mati dan Akhirat Serta Zuhud Terhadap Dunia
بسم الله الرّحمن الرّحيم
Anjuran Berziarah Kubur Untuk Mengingat Mati
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu, beliau berkata, Nabi Sholallahu Alaihi wa Sallam pernah berziarah ke makam ibunya, tiba-tiba beliau menangis, membuat orang-orang disekitarnya ikut menangis. Beliau bersabda:
"Aku telah meminta izin kepada tuhanku untuk memohonkan ampun untuk ibuku, tetapi tidak diizinkan. Dan aku telah meminta izin untuk menziarahi kuburnya, maka Dia megizinkaku. Maka dari itu berziarah kuburlah kamu sekalian, karena ziarah kubur itu mengingatkan mati."
Kemudian Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Aku pernah melarang kamu sekalian berziarah kubur. Maka ziarahilah, karena ziarah kubur itu menyebabkan sikap zuhud terhadap dunia dan mengingatkan akhirat."
Dari kedua hadits ini, Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam menyampaikan kepada umatnya akan pentingnya ziarah kubur agar seseorang mengingat kematian dan tidak sibuk dengan urusan duniawinya.
Hukum Ziarah Kubur Bagi Laki-laki dan Perempuan
Menurut jumhur ulama, hukum ziarah kubur bagi kaum laki-laki hukumnya adalah sunah, sedangkan hukum berziarah kubur bagi kaum perempuan menuai perbedaan pendapat.
Bagi para remaja putri, keluar rumah untuk ziarah kubur ada yang berpendapat bahwa hukumnya adalah haram, sedangkan bagi kaum wanita yang sudah tua hukumnya adalah mubah jika keluar rumahnya terpisah dengan kaum laki-laki. Dan untuk perempuan tua ini hukumnya tidak diperselisihkan.
Alasan diharamkannya Ziarah Kubur Bagi Kaum Perempuan
Dari hadits di atas sangat jelas bahwa pada akhirnya Rosulullah membolehkan umatnya untuk berziarah kubur meski sebelumnya Beliau sempat melarang umatnya untuk berziarah kubur.
Dengan melihat sabda Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam di atas, maka berarti perintah untuk berziarah kubur itu sifatnya umum. Adapun mengenai tempat dan waktu yang dikuatirkan menimbulkan fitnah dikarenakan berkumpulnya kaum laki-laki dan perempuan, maka hukumnya tetap tidak boleh yang artinya haram.
Sebelum ada keringanan (rukhshoh) yang diberlakukan oleh Rosulullah kepada umatnya tentang ziarah kubur, sebagian ulama berpendapat bahwa dulu Rosulullah pernah mengutuk kaum perempuan yang keluar rumah untuk berziarah kubur.
Namun setelah Rosulullah mendapat wahyu dari Allah yang mengizinkan Beliau berziarah, maka keluarlah perintah dari Rosulullah yang merupakan rukhshoh bagi umatnya untuk berziarah kubur, agar umatnya dapat mengambil pelajaran.
Kemudian diriwayatkan dari Ali bin Abu Tholib rodhiyallahu 'anhu, bahwa beliau pernah keluar rumah untuk berziarah kubur. Setelah dekat dari kuburan, maka beliau berkata:
"Hai ahli kubur, beritahu kami tentang keadaan kalian, atau kami yang memberi kabar kepada kalian? Adapun kabar dari kami bahwa hartamu telah dibagi-bagi, istri-istrimu telah menikah lagi, tempat-tempat tinggalmu telah dihuni orang-oranglain." Kemudian sayidina Ali berkata, "Demi Allah, andaikan mereka bisa bicara, niscaya mereka berkata 'kami tidak melihat bekal yang lebih baik daripada taqwa'."
Abu Al Athohiyah pernah bertutur indah dalam sya'irnya:
Sungguh menakjubkan
Apabila manusia memikirkan
Mengoreksi diri dan menghitung-hitung kesalahan
Sadar diri penuh pemahaman
Dan niscaya mereka tinggalkan dunia
Menyebrang ke negri lainnya
Bukankah dunia ini bagi mereka
Sekadar jembatan menuju ke sana?
Tiada kemuliaan yang patut dibangga
Selain kemuliaan orang yang takwa
Esok saat berkumpul mereka
Di padang mahsyar yang perkasa
Hendaklah manusia sekalian
Menyadari benar tentang kenyataan
Bahwa takwa dan kebajikan
Sebaik-baik harta simpanan
Pengaruh Ziarah Kubur Terhadap Hati Manusia
Ulama menyebutkan, bahwa tak ada nasehat yang lebih efektif terhadap hati manusia selain ziarah kubur, terutama terhadap hati yang keras. Tentunya ziarah kubur yang memang sesuai syari'at sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosulullah kemudian disampaikan oleh ulama.Cara Mengobati Kerasnya Hati
Hati yang keras merupakan penyebab seseorang sulit untuk menerima petunjuk, dan sangat berbahaya ketika Allah sudah menutup rapat hati seseorang dari hidayah saking murkanya Allah terhadap hambanya tersebut.
Salah satu tanda daripada kerasnya hati yaitu sulitnya seseorang untuk menangis. Merasa tak punya dosa, merasa benar, merasa jadi orang yang lebih baik dari oranglain.
Manusia adalah tempatnya salah dan dosa, hanya Allah yang Maha Haq (benar), dan kebaikan yang didapatkan oleh manusia adalah karena kebaikan Allah yang memberi pertolongan. Karena sungguh manusia itu tak punya kekuatan dan tidak bisa memberi pengaruh kecuali atas kehendak Allah.
Ada empat cara yang disebutkan oleh Imam Qurtubi di dalam kitab At Tadzkirohnya untuk mengobati kerasnya hati, diantaranya yaitu sebagai berikut.
1. Menghadiri Majelis Ilmu.
Untuk mengobati hati tentunya masuk kedalam bahasan ilmu tashouf yakni ilmu yang membahas tentang menata hati, bukan dalam ruang lingkup ilmu fiqih. Namun biasanya di dalam majelis ilmu guru-guru kita juga menyisipkan ilmu tashouf disamping membahas kajian fiqih.
Seperti halnya membahas bab sholat, maka oleh guru-guru kita dimasukan pula anjuran khusu' di dalam sholat dengan tidak membawa urusan dunia di dalam fikiran kita, setidaknya khusu' dalam bacaan sholat.
Meski antara ilmu fiqih dan ilmu tashouf merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya harus berjalan berdampingan dan seimbang karena hakikatnya tujuan ibadah kita adalah untuk Allah dan karena Allah, sehingga mampu mencapai ikhlas dalam beribadah.
Dengan menghadiri majelis ilmu berarti kita telah menjauh dari maksiat atau menghindari dari kebiasaan buruk yang tidak ada faedahnya, karena di dalam majelis ilmu yang kita lakukan adalah duduk bersama orang saleh, bersilaturahmi dan mendengarkan nasehat dari guru-guru kita yang diambil dari penjelasan ulama terdahulu yang bersumber dari Al Qur-an dan hadits.
Di dalam majelis ilmu kita akan tahu apa yang diperintahkan Allah, larangan, ancaman dan balasan dari-Nya. Juga mendengarkan hikmah-hikmah dari cerita orang-orang saleh, sehingga mampu melunakkan hati kita yang keras dan menyembuhkannya.
2. Mengingat Mati.
Sebagaimana telah dijelaskan pada artikel sebelumnya, mati berarti memutus segala kelezatan duniawi, pemisah seseorang dengan golongannya, dan penyebab seorang anak menjadi yatim.
Dikisahkan bahwa ada seorang wanita yang mengadu kepada Aisyah rodhiyallahu 'anha tentang kerasnya hati. Maka nasehat Aisyah, "Sering-seringlah mengingat mati, niscaya hatimu akan lunak." Wanita itu melaksanakan nasehat tersebut, sehingga hatinya benar-benar lunak. Akhirnya dia datang lagi untuk mengucapkan terimakasih kepada sayidatu Aisyah rodhiyallahu 'anha.
Bahkan menurut pendapat ulama, mengingat mati bisa mencegah dari maksiat, melunakkan hati yang keras, menghilangkan rasa bangga terhadap dunia, dan meringankan rasa derita dalam musibah-musibah dunia.
3. Menyaksikan Orang yang Sakaratul Maut.
Menyaksikan orang yang sakaratul maut dan memperhatikannya ketika sudah mati serta mengamati perubahan raut muka dan tubuhnya setelah benar-benar mati. Semua itu dapat memutus kerinduan hawa nafsu terhadap kelezatan-kelezatan duniawi, dan dapat melindungi hati serta mengusir kesenangan-kesenangan amarahnya.
Bahkan dapat menahan pelupuk mata dari tidur, menahan tubuh dari bersenang-senang, dan membangkitkan untuk terus beramal dengan lebih bersungguh-sungguh.
Dikisahkan pula, Al Hasan Al Bashri pernah berkunjung kepada orang yang sedang sakit, ternyata orang tersebut sedang sakaratul maut. Al Hasan melihat betapa susah dan pedih yang dialaminya.
Maka Al Hasan Bashri pulang ke rumah dengan roman wajah yang berubah, tidak seperti ketika beliau berangkat dari rumah. Keluarganya menyapa, "Ingin makan? Semoga Allah merahmatimu."
"Wahai keluargaku." Jawab Al Hasan, "Kalian sajalah yang makan dan minum. Demi Allah, baru saja aku melihat kematian, yang untuknya aku berbuat selama ini, sampai aku mengalaminya kelak."
Ketiga cara yang disebutkan di atas semestinya bisa mengobati kerasnya hati, bagi kita yang sangat mudah melakukan perbuatan dosa, dan mengatasi godaan-godaan setan beserta tipudayanya. Namun bila ketiga cara diatas tidak ampuh, maka perlu memperhatikan cara yang ke empat.
4. Menziarahi Kubur.
Dengan menziarahi kuburnya orang yang meninggal, maka akan membuat kita mendapatkan apa-apa yang tidak didapatkan dari tiga cara yang dijelaskan di atas.
Oleh karena itulah, maka Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Berziarah kuburlah kamu sekalian, karena ziarah kubur itu dapat mengingat mati dan akhirat, serta menjadikan zuhud dunia."
Cara yang ke empat ini merupakan cara dimana seseorang menyaksikan langsung kemana tubuh ini kembali ketika mati, sebagai peringatan bagi yang masih hidup bahwa mati itu meninggalkan segala hal yang sangat kita cintai di dunia ini. Sehingga cara ke empat ini lebih efektif daripada cara yang pertama dan ke dua.
Dalam hal ini Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Berita tidaklah seperti halnya melihat dengan mata-kepala." (H.R. Ibnu Abbas, Shohih Al Jami')
Di majelis ilmu, orang mengetahui penjelasan tentang akhirat dan segala rangkaian proses menuju kepadanya hanya berupa berita meskipun benar adanya. Namun dengan menziarahi kubur, seseorang telah menyaksikan bukti yang bisa diambil pelajaran dan bisa dilakukan kapan saja.
Tidak seperti menyaksikan orang yang sakaratul maut yang tidak terjadi dan bisa kita saksikan setiap saat, menziarahi kubur bisa dilakukan kapan saja sesuai keinginan kita. Sehingga ziarah kubur adalah cara yang paling memungkinkan untuk bisa dilakukan, sebagai cara untuk melunakkan kerasnya hati.
![]() |
Adab Ziarah Kubur
Ada yang perlu diperhatikan bagi seseorang yang berziarah kubur diantaranya yaitu menghindari berjalan diatas kuburan ketika masuk area pemakaman, atau duduk di atasnya, dan melepaskan alas kaki.
Kemudian jangan lupa mengucapkan salam kepada ahli kubur, lalu berbicara kepada ahli kubur seolah-olah berbicara kepada orang yang masih hidup dengan mengucapkan salam, "Assalamu 'alaikum daaro qoumin mu'minin." (Salam sejahtera atas kamu sekalian wahai penghuni negri orang-orang yang beriman).
Demikianlah salam yang pernah dilakukan oleh Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam, yakni dengan mengucapkan kata "Daar" (negri/rumah), yang dimaksud adalah para penghuninya.
Yang menarik dari ucapan salam dari orang Islam ketika menyebutkan kata "Kum" yang artinya jama' (kamu sekalian) bukan menggunakan kata ganti tunggal "Ka" (kata ganti dari kamu), yang berarti seluruh ahli kubur di area pemakaman tersebut kebagian rahmat melalui ucapan salam si peziarah.
Begitu juga apabila seseorang melewati kuburan seorang yang dia kenal, maka terlebih dahulu mengucapkan salam, "Alaika salam." Yang mana ucapan 'alaika salam ini hanya di khususkan bagi ahli kubur. Sebagaimana sabda Nabi Sholallahu 'Alaihi Salam yang menegur sahabat yang mengucapkan 'alaika salam:
"Jangan katakan 'alaika salam, karena 'alaika salam adalah penghormatan untuk mayit." (At Tirmidzi Shohih Al Jami')
Kemudian peziarah hendaknya berhadapan dengan si mayit, yang berarti posisi si peziarah berada tepat di bagian kepala ahli kubur. Berbicara dengan sopan sebagaimana dia berbicara dengannya ketika masih hidup.
Dalam posisi seperti yang disebutkan di atas, kemudian si peziarah mengambil pelajaran dari orang yang berada di dalam tanah itu artinya mengingat perjalan hidupnya. Dia sudah berpisah dengan keluarga dan orang-orang yang dicintainya, dan meninggalkan apa yang sudah dicapainya semasa hidupnya. Ternyata pangkat, kedudukan dan kekayaan tidak dibawa mati.
Kemudian si peziarah juga memperhatikan kawan-kawannya yang lain yang sudah mendahuluinya, yang telah meninggalkan segala angan-angannya dan meninggalkan hasil dari apa yang dicita-citakannya, kini terbujur di liang kubur yang sempit.
Debu-debu telah menghapus wajah mereka yang tampan/cantik, kini tinggal tulang belulang di dalam tanah. Sementara istri-istri yang mereka tinggalkan menjadi janda, dan anak-anak mereka menjadi yatim.
Maka selanjutnya peziarah harus melihat pada dirinya sendiri, bahwa ia pun akan bernasib sama seperti orang yang di dalam kubur itu, menyadari bahwa setiap yang bernyawa pasti mati, mati itu pemutus segala kelezatan.
Dengan mengingat dan mengambil pelajaran seperti inilah, maka akan hilang segala kecemburuan duniawi, lalu siap sepenuhnya untuk melakukan amal-amal ukhrowi.
Kemudian juga berdampak pada perilakunya yang tidak cinta duniawi, yang mencari dunia semata-mata untuk mendapatkan keridhoan Allah dan menggunakan hartanya di jalan Allah (zuhud).
Maka dengan demikian hatinya menjadi lunak, menjaga seluruh anggota tubuhnya dari perbuatan yang dibenci Allah. Dia pergunakan anggota tubuhnya untuk beribadah dengan khusu' hanya kepada Allah.
Dengan demikian hukum menziarahi kubur orang yang mati itu hukumnya adalah sunah karena sangat dianjurkan oleh Rosulullah, kemudian timbul pertanyaan yang sempat meramaikan jagat maya tentang, apakah ayah dan ibu Rosulullah itu di surga ataukah di neraka.
Dari pertanyaan tersebut menimbulkan perdebatan yang berujung saling mencela antara satu golongan dengan golongan lain.
Di dalam kitab At Tadzkiroh kita bisa mendapatkan jawaban berdasarkan pendapat ulama beserta dalil-dalil yang bisa dipertanggung jawabkan. Yang menurut kami tidak usah dijadikan alat perpecahan.
Apakah Ayah dan Ibu Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam di Surga Atau di Neraka?
Sebagaimana hadits yang disebutkan di awal artikel bahwa Rosulullah tidak diperkenankan oleh Allah untuk mendo'akan orangtuanya, namun Allah hanya memperkenankan Beliau untuk menziarahinya.
Ada hadits yang dikeluarkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Ali Al Lhothib dalam kitabnya As Sabiq wa Al Lahiq, dan Abu Ilafsh Umar bin Syahin dalam kitabnya An Nasikh wa Al Mansukh. Hadits tersebut ada pada kedua kitab dengan isnad yang sama dari Sayidatu Aisyah Rodhiyallahu 'Anha, beliau berkata:
"Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam menunaikan haji wada bersama kami. Suatu ketika beliau lewat denganku di sebuah jalan di atas bukit Al Hujun. Tiba-tiba beliau menangis sedih dan memilukan, maka akupun ikut menangis karenanya. Kemudian Beliau melompat turun lalu berkata, 'Hai Humairo, berhentilah menangis.'."
"Maka aku bersandar di sisi unta. Beliau sendiri menghindari diriku beberapa saat lamanya, lalu kembali padaku dengan gembira dan tersenyum. Akhirnya aku berkata, 'Kutebus engkau dengan ayah-bundaku, wahai Rosulullah."
"Engkau tadi turun dari sisiku sambil menangis sedih dan memilukan, maka akupun menangis karena tangisanmu, wahai Rosulullah. Kemudian engkau kembali kepadaku dengan gembira dan tersenyum. Ada apa wahai Rosulullah?'."
"Beliau menjawab, 'Aku melewati kubur ibuku Aminah, dan aku memohon kepada Allah tuhanku, agar menghidupkannya. Maka Allah pun menghidupkannya, lalu dia beriman kepadaku.' (Atau Beliau katakan) 'Lalu dia beriman, dan Allah Azza wa Jalla pun mengembalikannya." Demikian menurut Lafadz dari Al Khotib.
Ibnu Qoyim Al Jauziyah memberikan pendapatnya di dalam kitab Al Manar Al Munif (89) terkait hadit ini. Beliau mengatakan, bahwa hadits yang ada kata-kata "Ya Humairo" atau "Al Humairo" adalah dusta, buatan manusia biasa.
Juga disebutkan oleh Al Jauzi di dalam kitabnya Al Maudhu'at, bahwa hadits ini adalah hadits palsu (maudhu') tanpa diragukan. Orang yang membuatnya sedikit pemahamannya tentang agama dan tidak berilmu.
Al Jauzi menegaskan, andai dia berilmu, niscaya dia tahu bahwa orang yang mati dalam keadaan kafir, maka tidak bermanfaat imannya, meskipun dia beriman setelah dihidupkan kembali.
Tidak, bahkan andaikan dia menyatakan beriman ketika melihat kenyataan pada waktu sakaratul maut, itu saja tidak cukup.
Sementara itu As Suhaili menyebutkan dalam kitab Ar Raudh Al Unuf dengan isnad yang memuat tokoh-tokoh Majhul "Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menghidupkan dihadapan Nabi, ayah-ibu Beliau, lalu keduanya beriman kepada beliau."
Pendapat Imam Qurtubi Tentang Nasib Ayah dan Ibu Rosulullah Apakah di Surga Ataukah di Neraka?
Di dalah kitab At Tadzkiroh, mualif yakni Imam Qurtubi mengemukakan pendapat beliau rohimahullah, berkata:
"Di sini tidak ada pertentangan, alhamdulillah. Karena dihidupkannya orangtua Nabi terjadi belakangan, yakni setelah adanya larangan beristigfar untuk keduanya, dengan dalil bahwa hadits Aisyah itu terjadi saat haji wada'. Demikian pula Ibnu Syahin menjadikannya nasikh terhadap berita-berita yang disebutkan di atas."
Imam Qurtubi juga menegaskan: "Saya katakan, hadits di atas dengan tegas dibantah oleh hadits lain riwayat muslim dari sahabat Anas bin Malik rodhiyallahu anhu, bahwa seorang laki-laki berkata:
"Wahai Rosulullah, dimanakah ayahku?' Rosulullah menjawab, 'Di neraka.' Dan ketika si penanya itu pergi, Beliau memanggilnya seraya berkata, 'Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka."
"Kemudian juga dibantah oleh hadits dari Salamah bin Yazid Al Ju'fi, antara lain dikatakan, ketika beliau melihat kesedihan yang kami alami, beliau berkata, 'Dan ibuku pun bersama ibu kalian berdua'."
"Begitulah bantahannya, andaikan peristiwa dihidupkannya ayah dan ibu Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam itu benar. Sementara itu saya juga pernah mendengar, bahwa Allah telah menghidupkan paman Beliau Abu Tholib, lalu dia beriman kepada Beliau. Wallahu a'lam."
Oleh karena itu pantas jika ada yang mengatakan, bahwa hadits tentang ayah dan ibunya Rosulullah itu maudhu' dan dibantah oleh Al Qur-an dan ijma'. Perhatikan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَلَا الَّذِيۡنَ يَمُوۡتُوۡنَ وَهُمۡ كُفَّارٌ ؕ اُولٰٓٮِٕكَ اَعۡتَدۡنَا لَهُمۡ عَذَابًا اَ لِيۡمًا
"Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati, sedang mereka dalam kekafiran." (An Nisa': 18)
Maksudnya barangsiapa mati dalam keadaan kafir, maka keimanannya setelah dihidupkan kembali tidak bermanfaat baginya. Bahkan jika beriman saat melihat kenyataan menjelang ajal tiba, keimanannya itu tidak bermanfaat. Maka bagaimana bermanfaat jika hal itu terjadi setelah dihidupkan kembali?
Di dalam kitab tafsir ada pernyataan, bahwa Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam pernah berkata, "Andaikan aku tahu apa yang telah dilakukan kedua orangtuaku." Maka turunlah ayat:
وَّلَا تُسۡـَٔـلُ عَنۡ اَصۡحٰبِ الۡجَحِيۡمِ
"Dan kamu tidak akan diminta (pertanggung jawaban) tentang para penghuni neraka." (Al Baqoroh: 119)
Kemudian Imam Qurtubi juga berkata: "Cerita di atas disebutkan oleh Al Hafidz Abu Al Khothob Umar bin Dihyah, tetapi itu perlu ditinjau kembali karena keutamaan-keutamaan dan kekhususan-kekhususan Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam terjadi berturut-turut dan sambung menyambung sampai dengan Beliau wafat. Maka boleh jadi ini pun termasuk keutamaan dan kemuliaan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Beliau"
Memang, dihidupkannya kedua orangtua Nabi bukanlah hal yang mustahil, baik menurut akal maupun syara'. Di dalam Al Qur-an pun diceritakan tentang dihidupkannya seseorang yang dibunuh. Juga dijelaskan bahwa orang yang dihidupkan itu memberitahu siapa yang telah membunuhnya.
Tak hanya Nabi Isa Alaihis Salam, Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam pun oleh Allah diberikan keutamaan dan kekhusussan. Seperti menghidupkan kembali orang mati misalnya.
Jika pendapat bahwa kedua orangtua Nabi dihidupkan kembali dan beriman itu benar, maka itu semua merupakan tambahan kemuliaan dan keutamaan Beliau, disamping ada riwayat-riwayat lain tentang hal tersebut di atas.
Adapun kata, "Barangsiapa mati dalam keadaan kafir, maka keimanannya tidak bermanfaat setelah dihidupkan kembali, dst." Yang telah disebutkan di atas, dibantah oleh berita yang diriwayatkan dalam sebuah khobar, bahwa Allah pernah mengembalikan matahari kepada Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam setelah ia terbenam.
Berita di atas telah disebutkan oleh Ja'far Ath Thohawi lalu dia berkata, "Ini adalah hadits yang tsabit (otentik). Maka jika dikembalikannya matahari itu tidak bermanfaat, dan bahwa waktunya itu tidak bisa berulang-ulang, niscaya tidak akan dikembalikan kepada Rosulullah.
Kita tentu ingat tentang peristiwa Rosulullah ditantang oleh raja Habib dan Abu Jahal untuk membelah bulan. Atas izin Allah langit menjadi gelap karena matahari dengan cepat terbenam lalu munculah bulan. Ketika Rosulullah selesai membuktikan mukjizatnya, kemudian oleh Allah matahari dikembalikan kepada keadaan semula.
Demikian pula soal dihidupkannya kembali kedua orangtua Rosulullah, pasti ada manfaat bagi beriman dan percayanya mereka berdua kepada puteranya Sholallahu 'Alaihi wa Sallam. Karena, bukankah Allah Subhanahu wa Ta'ala menerima iman dan taubatnya kaum nabi Yunus padahal mereka sedang dalam azab Allah, sebagaimana tertulis di dalam Al Qur-an? Demikian menurut sebagian pendapat.
Adapun jawaban mengenai pernyataan ayat tersebut di atas adalah, bahwa pernyataan itu disampaikan sebelum mereka berdua beriman dan berada dalam azab, tapi Allah jua lah yang lebih mengetahui dan bijaksana tentang segala urusan-Nya yang ghaib.
Doa ketika Memasuki Pemakaman
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa Rosulullah menganjurkan umatnya berziarah kubur dalam sebuah khobar dari Abu Daud yang telah meriwayatkan dari Buroidah bin Hushoib dia berkata, bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Dulu aku telah melarang kamu sekalian berziarah kubur, maka berziarahlah, karena pada ziarah kubur ada peringatan."
Kemudian An Nasa'i menyebutkan dari Buroidah pula, bahwa Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Barangsiapa hendak berziarah kubur, maka berziarahlah, tapi jangan berkata-kata buruk."
Bacaan Salam Kepada Ahli Kubur
Anjuran mengucapkan salam di dalam Islam bukan cuma kepada orang yang masih hidup, tapi kepada orang yang sudah meninggal pun agama memerintahkannya. Sebagaimana Abu Umar yang menyebutkan hadits dari Ibnu Abas Rodhiyallahu 'Anhuma, bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Tidaklah seorang laki-laki lewat di kuburan saudaranya yang dia kenal, lalu dia mengucapkan salam kepadanya, melainkan saudaranya itu menjawab salamnya."
Adapun ucapan salam kepada ahli kubur yang sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rosulullah yaitu ada dalam Shohih Muslim yang diriwayatkan oleh Sayidatu Aisyah Rodiyallahu Anha, bahwa beliau pernah bertanya kepada Rosulullah bagaimana ucapan salam kepada Rosulullah, maka Rosulullah menjawab:
"أَلسَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤمِنِيْنَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللّهُ المُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالمُسْتَأخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْشَا اللهُ بِكُمْ لَاحِقُوْنَ
"Salam sejahtera semoga senantiasa dicurahkan atas para penghuni negri ini (ahli kubur), dari kaum mu'minin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang terdahulu dan orang-orang yang datang kemudian. Sesungguhnya kami, jika Allah menghendaki, juga akan menyusul kamu sekalian."
Kemudian ditambahkan, masih di dalam Shohih Muslim dari Buroidah, dengan ucapan:
أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ العَافِيَةُ
"Aku memohon kepada Allah kesentosaan bagi kami dan bagi kamu sekalian."
Hukum Menangis di Sisi Kubur
Adapun hukum menangis di sisi kubur, Imam Qurtubi menyebutkan penggalan hadits hadits dari Shohih Bukhori dan Muslim, bahwa ketika Rosulullah melihat ada wanita menangis di sisi kubur, Beliau berkata:
التَّقِيْ اللهَ وَاصْبِرِ
"Bertawakallah kepada Allah dan bersabarlah."
Berdasarkan hadits ini, menurut mu'alif tidak ada larangan bagi seseorang menangis di sisi kubur. Seandainya haram, tentu Rosulullah dengan tegas melarang wanita tersebut menangis.
Hal-hal yang Terlarang Ketika Berziarah Kubur
Dari hadits di atas dengan jelas bahwa ziarah kubur itu ada perintah dari Rosulullah, maka berarti hukumnya sunah bagi kaum laki-laki, juga boleh dilakukan oleh kaum wanita, karena larangan bagi wanita untuk berziarah kubur itu tidak shohih.
Dalam hal ini Imam Qurtubi berpendapat, bahwa yang shohih itu diperbolehkannya wanita keluar rumah untuk berziarah kubur, sedangkan selain berziarah kubur seperti tabaruj itu tidak diperbolehkan oleh agama.
Tabaruj adalah mempertontonkan perhiasan dan kecantikan, atau perkataannya, atau lainnya agar mengundang perhatian atau memikat hati oranglain.
Selain tabaruj juga tidak boleh menangis berlebihan di sisi kubur, seperti menangis histeris, menampar-nampar pipi, atau merobek-robek pakaian, atau memukul-mukul dada seperti kebiasaan orang-orang Arab.
Sebagaimana ancaman Rosulullah di dalam haditsnya yang mengatakan:
"Aku melepas diri dari orang yang mencukur rambutnya, berguling-guling dan merobek-robek bajunya." (Shohih Muslim)
Adapun dalil tentang dibolehkannya menangisi orang yang sudah mati dengan tangisan tanpa teriakan yaitu dengan ittiba kepada Rosulullah ketika putranya, Ibrohim meninggal. Sayidina Umar Rodhiyallahu 'Anhu pun pernah berkata:
"Biarkan para wanita itu menangis atas meninggalnya Abu Sulaiman, selama tidak disertai teriakan, atau teriakan terus menerus."
Penutup
Mati merupakan saat manusia menyongsong hasil dari usahanya bercocok tanam ketika di dunia. Jika yang ditanam itu baik, maka hasilnya pun akan berbuah baik. Namun jika yang ditanam itu keburukan, maka hasilnya pun berbuah keburukan.
Selama hayat masih dikandung badan, maka selama itu pula Allah memberi kesempatan kepada manusia untuk berbuat kebaikan, sebagai bekal di alam kubur kelak.
Semoga apa yang disampaikan ulama melalui karya tulisnya memotivasi kita untuk gemar bertholabul ilmi, silaturahi, berinfak, menjadikan dunia sebatas di genggaman bukan diletakkan di hati dan mendo'akan mereka yang telah meninggal, karena kelak kita pun akan seperti mereka.
Wallahu a'lam bishowab.
Post a Comment for "Hal-hal yang Mengingatkan Mati dan Akhirat Serta Zuhud Terhadap Dunia"
Silahkan tinggalkan komentar tanpa menyertakan link