Cabang Iman Ke 9 Iman Adanya Surga dan Neraka
بسم الله الرّحمن الرّحيم
Cabang Iman Ke 9
Adapun, bahwa cabang iman yang ke sembilan dari tujuh puluh tujuh cabang itu adalah beriman bahwa sesungguhnya surga dan neraka itu benar-benar ada.
Syekh Nawawi Al Bantani di dalam kitabnya, Qomi' Tughyan menyebutkan, Bahwa tempat kembali bagi orang Islam yaitu di surga. Dan tempat kembali bagi orang kafir yaitu neraka jahanam.
Maka dengan demikian jelas, bahwa orang-orang yang beruntung yang menghuni surga adalah orang Islam. Kemudian orang-orang yang merugi, yang menghuni neraka adalah orang-orang kafir.
Surga
Surga adalah tempat yang Allah sediakan bagi orang-orang yang beriman, artinya mereka yang mati dalam keadaan Islam, yang mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang disembah tanpa menyekutukannya dengan sesuatu apapun, pada akhirnya masuk surga.
Surga adalah tempat yang oleh Allah kekalkan, yang dihuni oleh mereka yang beragama Islam. Maka dengan demikian mereka para penghuni surga itu kekal, karena dikekalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Orang Islam yang Menghuni Surga
Orang Islam adalah mereka yang meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang disembah dan yang menguasai seluruh alam, dan meyakini bahwa nabi Muhammad adalah utusan-Nya.
Seseorang yang beriman terhadap Allah dan Rosulnya, maka otomatis dia itu adalah muslim. Meski dahulunya dia itu adalah orang kafir kemudian menjadi Mu'alaf, atau dia itu sudah Islam tapi masih suka melakukan maksiat.
Maka orang Islam yang disebutkan tadi adalah orang-orang yang oleh Allah akan ditempatkan di surga-Nya, dan kelak mereka kekal di dalamnya.
Beda halnya dengan orang Islam kemudian dia itu kufur dan mati dalam keadaan kafir maka surga bukan tempat dia kembali, mereka kekal di dalam neraka. Sehingga penting bagi setiap muslim untuk tetap teguh dalam beragama, hingga kelak mati dalam keadaan Islam.
Orang Islam yang Masuk Neraka
Adapun orang Islam yang masuk neraka yaitu orang-orang yang beriman, namun karena selama hidupnya suka melakukan maksiat, maka dosa-dosanya itu yang menjerumuskan mereka ke dalam neraka.
Namun meskipun mereka itu masuk neraka akan tetapi keberadaan mereka di dalam neraka itu tidak selamanya, bahkan siksa api neraka yang mereka rasakan di dalamnya tidaklah kekal.
Orang-orang Islam yang suka melakukan maksiat ketika masuk ke neraka itu tidak untuk selamanya. Mereka oleh Allah dimatikan ketika mendapatkan azab neraka, dan tidak lama. Sesuatu yang hanya Allah Ta'ala yang mengetahui ukurannya. Maka tidaklah mereka hidup sehingga mereka keluar dari neraka.
Yang dimaksud dengan matinya mereka, bahwasanya mereka itu tidak mendapati rasa dari pedihnya siksaan. Tidaklah mereka itu mati dengan sebenar-benarnya, dengan keluarnya ruh.
Neraka
Selain harus beriman tentang keberadaan surga, maka tiap-tiap muslim yang mukalaf juga harus beriman tentang adanya neraka, tempat kembalinya bagi orang-orang yang kufur.
Neraka adalah tempat yang paling mengerikan, dimana di dalamnya berisi orang-orang yang sedang disiksa karena perbuatan dosanya sewaktu hidup di dunia, dan tempat kembali yang kekal bagi orang-orang kafir.
![]() |
Orang Kafir yang Menghuni Neraka
Sebagaimana dikatakan oleh Syekh Nawawi Al Bantani di dalam kitabnya, Qomi' Thughyan, bahwa tempat kembali bagi orang-orang kafir adalah neraka jahanam, mereka kekal di dalamnya.
Adapun neraka jahanam adalah salah satu nama dari sejumlah neraka-neraka, yang mana bahwa neraka jahanam adalah negri yang kekal bagi orang-orang kafir asli dan bagi orang-orang yang mati dalam keadaan kafir.
Orang kafir adalah orang yang tidak mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, dan satu-satunya Tuhan yang menguasai seluruh alam, dan mereka yang tidak mengakui bahwa nabi Muhammad adalah utusan-Nya.
Kemudian juga, bahwa orang kafir itu adalah orang yang mati dalam keadaan kafir, termasuk orang Islam. Meskipun sepanjang hidupnya dia itu beriman, namun ketika meninggal dalam keadaan kafir, maka dia tergolong orang kafir. Inilah yang disebut su'ul khotimah.
Kemudian yang termasuk orang kafir itu adalah orang yang sungguh-sungguh menggunakan akal fikirannya, akan tetapi tidak dapat sampai kepada kebenaran yang sejati, kemudian dia meninggalkan taqlid yang wajib atasnya.
Orang Islam Ahli Ilmu yang Masuk Neraka
Inilah yang sangat disayangkan pada diri seseorang yang sudah matang dari segi keilmuannya, namun meninggalkan adab dengan tidak mengikuti ulama terdahulu, seolah merasa dirinya lebih pintar dan paling benar. sehingga ketika dia memutuskan perkara di dalam aqidah, dia mengikuti syahwatnya, sehingga dia tergelincir dalam ketersesatan aqidah.
Di dalam Islam sudah jelas bahwa untuk bisa sampai pada kebenaran yang haqiqi yakni kebenaran yang berdasarkan Al Qur-an dan hadits, kita harus melalui ulama. Karena ulama adalah pewaris Nabi, artinya melalui ulama lah sanad ilmu dari Rosulullah itu tersambung.
Apa yang menjadi sasaran dari mu'alif adalah masalah aqidah bukan masalah furu' seperti fiqih. Karena yang dimaksud taqlid oleh Syekh Nawawi Al Bantani yaitu bahwa seseorang mengetahui aqidah yang lima puluh, yang telah dirumuskan oleh ulama terdahulu berdasarkan Al Qur-an dan Hadits, namun dia tidak mengetahui dalilnya, baik dalil ijmali maupun tafshili.
Artinya bahwa seorang muslim tidak boleh meninggalkan aqo'id yang lima puluh meskipun dia tidak mengetahui dalil ijmali maupun dalil tafshilinya. Karena menurut kaul yang shohih, hanya dengan mengetahui aqoid yang 50, itu sudah cukup bagi seseorang yang awam untuk disebut sebagai mu'min.
Aqo'id 50
Adapun aqoid lima puluh itu adalah 20 sifat wajib bagi Allah + 20 sifat mustahil bagi Allah + 1 sifat jaiz bagi Allah + 4 sifat wajib bagi para Rosul + 4 sifat mustahil bagi para Rosul + sifat jaiz bagi para Rosul = 50, yang wajib diketahui oleh tiap-tiap mukalaf.
Sifat-sifat yang Haq Pada Dzat Allah Subhanahu wa Ta'ala
Ada dua puluh sifat wajib dan dua puluh sifat mustahil pada dzat Allah, yang merupakan hasil ijtihad ulama ahli tauhid, berdasarkan Al Qur-an dan hadits. Adapun dibuatnya kaidah tentang sifat 20 ini karena pada waktu itu Islam mengalami kekacauan aqidah, dimana ada sebagian golongan yang menjisimkan keberadaan Allah layaknya makhluk.
Adalah Abu hasan Al Asy'ari, sebagai pelopor ulama yang menepis pemikiran-pemikiran kaum khowarij dan para falsafat yang melenceng dari aqidah ahlu sunnah wal jama'ah. Beliau adalah seorang dari keturunan sahabat Nabi yaitu Abu Musa Al Asy'ari yang sering disebut-sebut di dalam kitab-kitab hadits karya para ulama sebagai perawi hadits langsung dari Rosulullah.
Berikut ini ada dua puluh sifat wajib dan dua puluh sifat mustahil yang haq pada dzat Allah, yang wajib diketahui oleh tiap-tiap mukalaf:
- Sifat Wujud artinya ada, mustahil 'adam artinya tidak ada.
- Sifat Qidam artinya dahulu tanpa permulaan, mustahil huduts artinya baru.
- Sifat Baqo artinya kekal, mustahil fana artinya rusak.
- Sifat Mukholafatu Lilhawaditsi artinya Allah berbeda dengan makhluk, mustahil mumatsalatu lilhawaditsi artinya sama seperti makhluk.
- Sifat Qiyamuhu binafsihi artinya berdiri sendiri tak butuh kepada apapun, mustahil ihtiyaju bighoirihi artinya butuh kepada yang lain.
- Sifat Wahdaniyah artinya Allah itu tunggal, mustahil ta'addud artinya berbilang.
- Sifat Qudroh artinya berkuasa, mustahil 'ajazah artinya lemah.
- Sifat Irodah artinya berkehendak, mustahil karohah artinya terpaksa.
- Sifat 'Ilmu artinya mengetahui, mustahil jahil artinya bodoh.
- Sifat Hayat artinya hidup, mustahil maut artinya mati.
- Sifat Sama' artinya mendengar, mustahil ashom artinya tuli.
- Sifat Bashor artinya melihat, mustahil a'ma artinya buta.
- Sifat Kalam artinya berfirman, mustahil abkam artinya bisu.
- Kaunuhu Qodiron artinya keadaan Allah yang berkuasa, mustahil kaunuhu 'ajizan artinya keadaan Allah yang lemah.
- Kaunuhu Muridan artinya keadaan Allah yang berkehendak, mustahil kaunuhu karihan artinya keadaan Allah yang terpaksa.
- Kaunuhu 'Aliman artinya keadaan Allah yang mengetahui, mustahil kaunuhu jahilan artinya keadaan Allah yang bodoh.
- Kaunuhu Hayan artinya keadaan Allah yang hidup, mustahil kaunuhu mayyitan artinya keadaan Allah yang mati.
- Kaunuhu Sami'an artinya keadaan Allah yang mendengar, mustahil kaunuhu ashomma artinya keadaan Allah yang tuli.
- Kaunuhu Bashiron artinya keadaan Allah yang melihat, mustahil kaunuhu a'ma yang artinya keadaan Allah yang buta.
- Kaunuhu Mutakaliman artinya keadaan Allah yang berfirman, mustahil kaunuhu abkam artinya keadaan Allah yang bisu.
Adapun sifat jaiz pada dzat Allah itu hanya satu yaitu mengerjakan sesuatu yang mumkin atau tidak mengerjakannya, artinya Allah bisa saja menciptakan sesuatu atau tidak menciptakannya.
Sifat Wajib dan Mustahil Bagi Para Rosul
Sedangkan sifat-sifat yang dimiliki oleh para Rosul yang wajib diketahui oleh tiap-tiap mukalaf itu ada empat dan sifat mustahilnya juga empat, diantaranya yaitu:
- Sifat Sidiq artinya benar, mustahil Al Kizbu artinya berbohong.
- Sifat Amanah artinya dapat dipercaya, mustahil Khiyanat artinya tidak dapat dipercaya.
- Sifat Tabligh artinya menyampaikan kepada umat apa yang Allah wahyukan kepada mereka tanpa ada yang disembunyikan, sifat mustahil dari sifat Tabligh adalah kitmam artinya tidak dipercaya, maknanya bahwa para Rosul tidak menyampaikan kepada umat apa yang Allah wahyukan kepada mereka.
- Sifat Fathonah artinya cerdas, mustahil Biladah yang artinya bodoh, tidak mampu menghadirkan hujah-hujah yang benar.
Nah, orang yang hanya mengetahui aqoid lima puluh saja, tanpa mengetahui dalil ijmali dan tafshilinya, maka orang ini disebut taqlid. Untuk penjelasan lengkap tentang aqoid 50 ini bisa dilihat di dalam kitab Syarah Tijan Ad Darori, karya Syekh Ibrohim Al Bajuri.
Taqlid Dalam Beraqidah Menurut Pandangan Ilmu Thoriqoh
Kemudian, menurut orang-orang ahli thoriqoh, tidak syah iman seseorang yang berdasarkan ikut-ikutan (taqlid). Seperti berimannya seseorang karena mengikuti orangtua atau lingkungan.
Maka menurut mereka, keimanan itu harus diperinci dengan proses tafakur, untuk menumbuhkan keyakinan dan menghilangkan keraguan sehingga benar-benar mengenal sifat dan af'al Allah.
Pendapat mereka tidak disalahkan, karena bagi maqom seperti mereka memang harus meningkat pada dalil ijmali dan tafshili. Mengenal Allah melalui proses tafakur dan pengamalan dari apa yang mereka dapatkan dan disampaikan oleh guru mereka.
Di dalam mencapai keimanan yang haqiqi seseorang memang tidak dibenarkan ikut berdasarkan oranglain, seperti seseorang yang mengaku beriman tapi dikarenakan lahir di keluarga muslim. Karena orang yang taqlid dalam beraqidah masih riskan tergelincir kedalam kelufuran.
Hujahnya, bila dia lahir di keluarga yang kafir, maka diapun akan ikut terbawa kafir. Maka jangan dulu merasa bangga sebagai muslim, tapi mengkafir-kafirkan oranglain.
Di dalam proses belajar mengenal Allah, maka seseorang harus mengikuti metode yang diajarkan oleh ulama. Dengan mengetahui sifat-sifat dan asma Allah yang diajarkan oleh ulama berdasarkan Al Qur-an dan hadits. Inilah yang dimaksud taqlid.
Sebagaimana dikatakan oleh Syekh Nawawi di atas, bahwa yang termasuk orang kafir itu adalah orang yang meninggalkan taqlid di dalam beraqidah. Artinya ketika seseorang tidak mau menggunakan metode ulama di dalam mengenal Allah atau menolak aqoid 50, maka dia tergelincir dalam kekufuran.
Maka kesimpulannya, bahwa dengan mengetahui dan membenarkan aqoid 50 bagi orang awam, meskipun dia itu tidak tahu dalil ijmali dan dalil tafshilinya, maka orang tersebut masih dikatakan sebagai mu'min tidak termasuk kafir.
Dalil Ijmali dan Tafshili
Dalil ijmali bisa dikatakan sebagai penjelesan secara global tanpa mengetahui secara detail tentang apa yang dia ketahui. Seperti mengetahuinya seseorang terhadap sifat wujudnya Allah, mustahil 'adam, dan dalil ijmalinya yaitu karena adanya ciptaan Allah seperti adanya langit, bumi dan sebagainya.
Adapun dalil tafshili menurut Syekh Nawawi adalah mampu menjelaskan jalan petunjuknya atau mampu menolak apa yang datang dari berbagai kesubhatan.
Sederhananya, dalil tafshili itu adalah dalil-dalil yang mampu dijelaskan oleh seseorang dengan detail dan jelas, untuk menunjukkan kebenaran.
Seperti dalil, bahwa adanya alam ini adalah hal yang mumkinat (sesuatu yang mungkin), dan pada sesuatu hal yang mumkinat bisa saja ada/terjadi atau bisa saja tidak ada/terjadi. Jadi bisa saja bagi Allah menciptakan alam atau tidak menciptakannya, artinya Allah tidak punya keharusan menciptakan. Sedangkan Allah adalah wajibul wujud yang artinya keberadaan-Nya mustahil tidak ada, maka keberadaan Allah itu harus ada menurut akal.
Adapun maksud daripada pendapat akal yaitu bahwa akallah yang mencari kemudian menemukan melalui daya fikirnya tentang keberadaan Allah, sehingga akal bisa menerima bahwa Allah itu harus ada dan menolak jika Allah itu tidak ada, karena begitu banyaknya bukti tentang keberadaan Allah. Bukan berarti akal yang menetapkan tentang keberadaan Allah. Akal bahkan alam, bukanlah sebab bahwa Allah itu ada, karena ada atau tidaknya alam, Allah itu ada.
Beriman atau tidaknya manusia tidak memberi pengaruh terhadap keberadaan Allah, Allah tetap Maha Menciptakan. Allah ada, Allah yang mengurus dan menguasai seluruh alam, tidak ada sesuatupun yang keluar dari penguasaan-Nya.
Kemudian dengan sifat Maha Pemurah dan Maha Penyayangnya-Nya, Allah mengutus para Rosul untuk memberi kabar bahwa Tuhannya seluruh alam adalah Allah, agar manusia selamat di dunia dan di akhirat. Bukan berarti Allah butuh disembah, karena sungguh sedikitpun Allah tidak mengambil manfaat dari makhluknya, tapi sebaliknya semua makhluk butuh kepada Allah.
Maka dengan demikian, berarti nama Allah bukan pemberian dari para Nabi dan Rosul, tapi dari Allah lah yang mengabarkan kepada seluruh manusia maupun jin, melalui wahyu yang disampaikan Jibril kepada para Rosul.
Kemudian Syekh Nawawi melanjutkan, bahwa anak-anak kecil yang musyrik/kafir itu tidak termasuk sebagai penghuni neraka, bahkan menurut kaul yang shohih, mereka itu masuk surga. Dan tidak ada perbedaan pada orang muslim dan orang kafir diantara manusia dan jin.
Penutup
Surga dan neraka adalah ciptaan Allah yang keberadaannya benar-benar ada dan lebih dahulu daripada manusia, dan pada keduanya Allah kekalkan, sebagai bukti Allah itu Maha Kuasa, maka wajib bagi setiap mukalaf meyakini tentang adanya surga dan neraka.
Dengan kita beriman kepada surga dan neraka, maka kita pun akan lebih waspada dalam hidup agar tidak terjerumus ke dalam maksiat, sehingga muncul pengharapan semoga kelak ketika mati sebagai ahli surga tanpa melalui pedihnya azab neraka, dengan memperbanyak amal shaleh. Amiin.
Post a Comment for "Cabang Iman Ke 9 Iman Adanya Surga dan Neraka"
Silahkan tinggalkan komentar tanpa menyertakan link