Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
Hukum dan Tata Cara Mentalqin Orang yang Akan Meninggal

Hukum dan Tata Cara Mentalqin Orang yang Akan Meninggal

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Mentalqin Orang yang Akan Meninggal

Setelah sebelumnya telah dijelaskan tentang hikmah kematian bagi seorang mu'min dan azab bagi orang-orang yang kufur, maka kali ini kami akan melanjutkan pemaparan dari Syekh, Al Imam, Al 'Alim, Al Faqih, Al Mufassir, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh Andalusi, Al Qurthubi.

Yang mana di dalam kitab At Tadzkirohnya, beliau menjelaskan tentang hukum, adab dan tatacara mentalqin orang yang akan meninggal dan bagaimana adab melayat kepada orang yang baru meninggal.

Apa itu talqin?


Pengertian Talqin

Talqin adalah mengajari, membimbing, menuntun agar diikuti. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah mentalqin orang yang akan meninggal, dengan mengucapkan kalimah tauhid "La ilaha illallah." Ke telinga orang yang akan meninggal agar dapat didengar dengan jelas dan diikuti olehnya.

Sebagaimana disebutkan di dalam Shohih Muslim yang telah meriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudri Rodhiyallahu 'Anhu, bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Ajarilah/bimbinglah (talqin) orang yang akan mati diantara kamu sekalian; 'La Ilaha Illallah'

Sementara Ibnu Abi Ad Dunia meriwayatkan dari Zaid bin Aslam, bahwa Sayidina Utsman bin Afan Rodhiyallahu 'Anhu pernah berkata, bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Apabila ada orang yang akan meninggal, maka ajarilah (talqin) dia untuk mengucapkan, "La Ilaha Illallah." Karena sesungguhnya, tidak ada seorang pun yang diakhiri hidupnya dengan kalimat itu ketika akan mati, melainkan kalimat itu akan menjadi bekalnya menuju surga."

Isnad hadits ini dho'if/lemah karena munqothi'. Zaid bin Aslam sebenarnya orang yang tsiqot dan 'alim, namun beliau sering memursalkan hadits, demikian kata mu'alif.

Umar bin Al Khothob Rodhiyallahu 'Anhu juga menyeru, "Saksikanlah orang-orang yang akan meninggal diantara kamu sekalian, ajari mereka dan ingatkan (talqin) supaya mengucap, "La Ilaha Illallah." Karena sesungguhnya mereka melihat apa-apa yang tidak kamu lihat."

Kemudian Abu Nu'aim juga menyebutkan sebuah hadits dari Makhul, dari Isma'il bin Iyasy, dari Abu Mu'adz Utbah bin Hamid, dari Makhul, dari Watsilah bin Al Asqo', dari Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Saksikanlah orang yang akan mati diantara kamu sekalian, ajari mereka mengucapkan (talqin), "La Ilaha Illallah." Dan beri mereka kabar gembira tentang surga. Karena orang yang bijak sekalipun akan bingung pada saat menghadapi maut itu. Dan sesungguhnya setan amat dekat dengan manusia pada saat itu. Demi Allah yang menggenggam jiwaku, sesungguhnya melihat malaikat maut adalah lebih berat daripada seribukali pukulan pedang. Dan demi Allah yang menggenggam jiwaku, tidak ada nyawa seorang pun yang keluar dari dunia ini, sebelum tiap-tiap otot tubuhnya merasakan sakit karena upaya malaikat itu (mencabut nyawa)."

Hadits ini menurut mu'alif adalah ghorib, melalui jalur makhul, dan mu'alif hanya mencatatnya dari riwayat Isma'il.


Hukum Mentalqin Orang yang Akan Meninggal 

Hukum mentalqin orang yang akan meninggal, menurut mayoritas ulama, adalah sunnah. Sunahnya ini adalah sunnah ma'tsuroh yaitu sunah yang dilakukan oleh Nabi dan menjadi tradisi dan kebiasaan Beliau, yang kemudian dilaksanakan oleh kaum muslimin.

Imam Qurthubi
Pinterest


Tujuan Mentalqin Orang yang Akan Meninggal 

Adapun tujuan daripada mentalqin orang yang akan meninggal yaitu agar kata-kata terakhir yang didengar, dan diucapkan oleh si mayit adalah kalimatun thoyibah "La Ilaha Illallah." Dengan harapan hidupnya berakhir dengan kebahagiaan, dan termasuk golongan yang tercakup dalam kerumunan sabda Nabi Sholallahu 'alaihi wasallam:

"Barangsiapa, yang akhir perkataannya adalah "La Ilaha Illallah." Dia masuk surga." (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Mu'adz bin Jabal Rodhiyallahu 'Anhu, dinyatakan shohih oleh Abu Muhammad Abdul Haq).

Lain dari itu, orang yang akan meninggal tersebut dapat mengingat bagaimana cara mengusir setan. Karena saat itu setan datang untuk merusak aqidahnya. Penjelasan lengkapnya ada pada artikel selanjutnya, insya Allah.


Adab Mentalqin Orang yang Akan Meninggal

Imam Qurthubi di dalam kitabnya juga  menjelaskan, apabila orang yang akan meninggal itu sudah dapat mengucapkan kalimah tauhid sekali, maka jangan diulangi, supaya dia tidak gelisah atau mengeluh.

Para ulama memang tidak suka memperbanyak talqin dan mengulangnya berkali-kali, apabila orang yang akan meninggal itu telah menerima apa yang disampaikan melalui telinganya dan memahaminya.

Seperti halnya Ibnu Mubarok, beliau berkata, "Ajarkanlah (talqin) orang yang akan meninggal dengan mengucap, "La Ilaha Illallah." Dan apabila telah mengucapkannya, maka biarkan dia."

Abu Muhammad Abdul Haq menjelaskan, mentalqin orang yang akan meninggal dengan cara dipaksakan terus menerus, akan mengakibatkan orang yang akan meninggal tersebut justru malah menjadi gelisah dan mengeluh, lalu setan menjadikannya berat mengucapkan kalimah tauhid dan menyebabkan su'ul khotimah.

Kemudian Ibnul Mubarok juga menganjurkan hal yang sama, diceritakan oleh Al Hasan bin Isa, bahwa Ibnul Mubarok pernah berkata, "Ajarilah (talqin) aku mengucapkan syahadat, dan jangan ulangi, kecuali jika aku mengucapkan perkara yang lain."

Mengajarkan/menuntun (mentalqin) kalimah tauhid di telinga orang yang akan meninggal (talqin), tidak harus diucapkan oleh bibir orang tersebut karena sasaran utamanya adalah qolbu. Perbuatan hatilah yang diperhatikan oleh Allah, adapun pergerakan bibir hanya untuk memantapkan hati orang yang meninggal itu agar hanya mengingat Allah.


Mentalqin Dengan Mengingatkan Hadits

Selain dengan mengucapkan syahadat langsung, mentalqin orang yang akan meninggal pun bisa dilakukan dengan saling mengingatkan hadits Rosulullah yang berkenaan dengan anjuran mentalqin orang yang akan meninggal.

Cara ini bisa dilakukan kepada seorang 'alim yang akan meninggal. Seperti yang diceritakan oleh Abu Nu'aim, bahwa ketika Abu Zur'ah akan meninggal dunia, di sisinya ada Abu Hatim, Muhammad bin Salamah, Al Mundzir bin Syadzan dan sejumlah ulama lainnya.

Mereka semua yang hadir di sisi Abu Zur'ah agak segan memberitahu beliau langsung, sehingga diantara mereka memulai dengan berkata, "Marilah kita saling mengingat hadits." Maka berkatalah Muhammad bin Salamah, "Telah bercerita kepada kami Adh Dhohak bin Makhlad, dari Abu Ashim, dari Abdul Hamid bin Ja'far, dari Sholih bin Abu Ghorib." Muhammad bin Salamah tidak melanjutkan.

Maka Abu Hatim melanjutkan, "Telah bercerita kepada kami, Bandar, dari Abu Ashim, dari Abdul Hamid bin Ja'far, dari Sholih bin Abu Ghorib." Abu Hatim pun tidak melanjutkan, sementara yang lain diam saja.

Maka berkatalah Abu Zur'ah meski dalam keadaan sakaratul maut, "Telah bercerita kepada kami, Abu Ashim, dari Abdul Hamid bin Ja'far, dari Sholih bin Abu Ghorib, dari Katsir bin Murroh Al Hadhromi, dari Mu'adz bin Jabal, dia berkata, bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa akhir perkataannya (mengucap), "La Ilaha Illallah." Maka dia masuk surga."

Pada riwayat yang lain menyebutkan, "Maka Allah mengharamkan dia masuk neraka." Maka sesudah itu Abu Zur'ah pun menghembuskan nafasnya yang terakhir, semoga Allah merahmati beliau.


Membiasakan Diri Mengucapkan Kalimah Tauhid

Mengingat Allah setiap saat bagi mereka para 'alim adalah hal yang mesti dilakukan, dengan berdzikir sebanyak-banyaknya dalam keadaan apapun, sehingga terbukti ketika mereka menghadapi kematian, hati mereka tidak lalai mengingat Allah dengan mengucap, "La Ilaha Illallah."

Berbeda dengan orang yang laiai, sangat berbahaya ketika mereka sedang menghadapi kematian jika tidak ditalqin, khawatir ia tergoda oleh setan yang menggoyahkan aqidahnya sehingga orang tersebut mati su'ul khotimah, mati dalam keadaan meninggalkan iman. Na'udzu billahi min dzalik.

Oleh sebab itu, penting sekali bagi kita yang masih hidup, memperbanyak dzikir, agar lidah dan hati kita terlatih dan terbiasa menyebut asma Allah disaat-saat sakaratul maut, karena seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa mentalqin orang yang sedang sakaratul maut dengan terlalu sering pun malah membuat dia gelisah dan putus asa, sehingga dianjurkan sekali saja.

Seperti yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Syubrumah, dia berkata, "Aku bersama Amir Asy Sya'bi menjenguk seseorang yang sedang sakit. Kami dapati orang itu sangat menderita, dan di sisinya ada seseorang yang mengajarkannya membaca syahadat (mentalqin). Dia mengajarinya banyak-banyak. Maka Asy Sya'bi menegurnya, "Kasihanilah dia."

Tiba-tiba orang yang sakit itu berkata, "Kamu ajariku atau tidak, sesungguhnya aku tidak pernah berhenti mengucapkannya." Bahkan dia juga membacakan sebuah ayat, "Dan Allah membuat mereka selalu mengucap kalimah taqwa, dan adalah mereka berhak dengan kalimah taqwa itu, dan patut memilikinya." (Al Fath: 26).

Asy Sya'bi menutup dialog dengan berkata, "Al Hamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan teman kita ini."

Kemudian ada riwayat lain yang menceritakan saat-saat Al Junaidi menjelang wafat, ada seseorang yang berkata kepadanya, "Ucapkanlah; la Ilaha illallah." Al Junaidi menjawab, "Aku tidak pernah melupakannya, aku selalu menyebutnya."


Pendapat Imam Qurthubi Tentang Mentalqin Orang yang Akan Meninggal 

Di dalam kitab At Tadzkirohnya, mualif yakni Imam Qurthubi Rohimahullahu Ta'ala berkata, bahwa bagaimanapun juga, orang yang akan meninggal dunia harus ditalqin dengan mengucap syahadat, meskipun dia sangat sadar.

Kemudian beliau juga mengutip perkataan Abu Nu'aim Al Hafidhz yang menyebutkan sebuah hadits dari Makhul, dari Watsilah bin Al Asqo', dari Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam.

"Perhatikanlah orang-orang yang akan meninggal dunia, dan ajari mereka (talqin) mengucapkan, "La Ilaha Illallah." Dan beri dia kabar gembira tentang surga. Karena seorang laki-laki dan perempuan yang bijak sekalipun akan bingung ketika menghadapi kematian itu. Demi Allah yang menggenggam jiwaku, sesungguhnya melihat Malaikat Maut itu lebih berat daripada seribukali pukulan pedang. Dan demi Allah yang menggenggam jiwaku, takan keluar nyawa seorang pun dari dunia ini, sebelum setiap anggota tubuhnya merasakan sakit atas upaya malaikat itu (mencabut nyawa).

Kemudian beliau juga menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh yang berkata, bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Malaikat Maut datang kepada seorang laki-laki." Nabi melanjutkan, "Lalu Malaikat Maut memeriksa kedalam hati orang tersebut, maka tidak dia temukan apa-apa di sana. Lalu dia buka rahang orang itu, maka dia dapati lidahnya menempel pada langit-langit mulutnya. Rupanya orang itu sedang mengucapkan, "La Ilaha Illallah." Maka diampunilah dia berlat kalimat ikhlas itu."

Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Abi Ad Dunia lengkap dengan isnadnya dalam kitab Al Muhtadhirin. Kemudian At Thobari telah mengeluarkan hadits yang semakna dengannya. Demikian kata Imam Qurthubi.


Adab Menghadiri Orang yang Meninggal

Ada beberapa point penting yang disampaikan Imam Qurthubi tentang adab-adab menghadiri orang yang meninggal dunia, diantaranya yaitu tidak boleh bercanda, berkata yang baik-baik, mendo'akan mayit dan memejamkan matanya.


Berkata yang Baik-baik dan Mendo'akan Mayit 

Di dalam kitab At Tadzkiroh, Imam Qirthubi memulai dengan menyebutkan hadits dalam Shohih Muslim yang meriwayatkan dari Ummu Salamah Rodhiyallahu 'Anha, Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Apabila kamu sekalian menjenguk orang sakit atau orang yang meninggal, maka berkatalah yang baik-baik, karena sesungguhnya para malaikat mengamini apa yang kamu katakan."

Kemudian mu'alif juga menambahkan hadits yang juga diriwayatkan oleh Ummu Salamah Rodhiyallahu 'Anha, yang mendatangi Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wasallam, kemudian berkata, "Wahai Rosulullah, sesungguhnya Abu Salamah (suaminya) telah meninggal."

Kemudian Rosulullah menjawab, "Ucapkanlah (berdo'a); Ya Allah, ampunilah aku dan dia, dan berilah aku ganti yang lebih baik darinya."

Ummu Salamah melanjutkan riwayatnya, "Maka akupun mengucapkan do'a itu. Ternyata Allah memberi ganti kepadaku orang yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam." (Shohih Muslim).

Ada dua point yang bisa kita ambil dari kedua hadits yang disebutkan oleh Imam Qurthubi di dalam memulai bahasan tentang adab menghadiri orang yang meninggal, yaitu berkata yang baik-baik dan mendo'akan si mayit.


Memejamkan Mata Mayit

Selanjutnya ada hadits, masih dari Ummu Salamah Rodhiyallahu 'Anha yang bercerita, ketika mantan suaminya yakni Abu Salamah baru meninggal, Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam datang menjenguk. Waktu itu matanya tampak terbuka, kemudian Beliau memejamkannya dan bersabda, "Sesungguhnya apabila ruh itu dicabut, ia diikuti oleh mata."

Maka dari sini terjawablah kenapa mata orang yang meninggal suka ada yang terlihat melek dengan arah pandangan ke atas. Tak lain karena mata mengikuti kemana ruh terlepas dari badan.

Saat meninggalnya Abu Salamah dan setelah matanya dipejamkan oleh Rosulullah, maka terdengarlah suara gaduh dari beberapa orang keluarganya, sehingga Rosulullah bersabda, "Janganlah kamu mendo'akan sesama diri kamu sekalian, kecuali yang baik-baik. Karena para malaikat mengamini apa yang kamu katakan."

Kemudian Rosulullah berdo'a:

"Ya Allah ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya ke dalam golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. Gantilah dia pada keluarga yang ditinggalkannya diantara orang-orang yang masih hidup. Ampunilah kami dan dia, wahai Tuhan seluruh alam, lapangkanlah kuburnya dan terangilah dia di sana."

Di sini Imam Qurthubi menyampaikan pesan sesuai dengan anjuran ulama yang mengambil sumber dari Rosulullah, bahwa ketika seseorang meninggal sebaiknya hindari perkataan yang tidak baik, karena sebaik-baik orang yang menghadiri acara kematian adalah mendo'akan si mayit.

Sehingga ulama menganjurkan, kalau bisa, orang yang menghadiri orang yang meninggal itu orang-orang saleh yang gemar melakukan kebaikan, yang bertujuan agar do'a-do'a dari mereka terhimpun, dengan harapan orang yang sudah meninggal tersebut diampuni segala dosa-dosanya, yang manfaatnya berdampak kepada si mayit dan keluarga yang ditinggalkannya.

Namun dalam praktek bermasyarakat, tentu kita tidak bisa memilih orang-orang tertentu, atau menyeleksi siapa saja yang boleh datang melayat, karena bagaimanapun juga ghalibnya orang melayat/takziyah di Indonesia, pasti membacakan yasin, dan itu bukanlah hal yang buruk.


Adab dan Do'a Memejamkan Mata Si Mayit

Menurut riwayat Ibnu Majah dari Syaddad bin Aus, dia berkata bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wasallam bersabda:

"Apabila kamu menghadiri orang yang telah meninggal dunia di antara kamu sekalian, maka pejamkanlah matanya, karena sesungguhnya mata itu mengikuti (perginya) ruh. Dan berkatalah yang baik-baik, karena para malaikat mengamini apa yang dikatakn oleh keluarga si mayit."

Al Khoroithi Abu Bakar Muhammad bin Ja'far menyebutkan sebuah hadits dari Abu Musa Imran bin Musa dari Abu Bakar bin Abu Syaibah, dari Isma'il bin Ulayyah, dari Hisyam bin Hasan, dari Hafshoh binti sirin, dari Ummul Hasan, bahwa ketika dia berada di sisi Ummu Salamah, maka datanglah seseorang seraya berkata, "Fulan sedang menghadapi maut." Ummu Salamah menyeru, "Berangkatlah, jika dia meninggal maka ucapkan:

اَلسَّلَام عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
"Salam sejahtera para utusan Allah, dan segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam."

Sedangkan untuk do'a memejamkan mata si mayit, ada hadits yang ditakhrij oleh Al Khoroithi, dari Sufyan Ats Tsauri, dari Sulaiman At Taimi dari Bakr bin Abdullah Al Muzanni, dia berkata, "Apabila kamu memejamkan mata orang yang sudah meninggal, maka ucapkan:

بِسمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّتِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Dengan menyebut nama Allah, aku (melakukan ini) mengikuti tuntunan Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam."

Kemudian Supyan Ats Tsauri membacakan ayat, "Dan para malaikat bertasbih dan memuji Tuhan mereka." (Asy Syuro: 5).

Sedangkan menurut Abu Dawud, memejamkan mata orang mati itu dilakukan setelah ruhnya benar-benar keluar.

Kemudian Imam Qurthubi sendiri telah mendengar Muhammad bin Ahmad Al Muqri, dia berkata; Aku telah mendengar Abu Maisaroh, beliau seorang ahli ibadah, berkata; Aku telah memejamkan mata Ja'far Al Mu'alim.

Ja'far Al Mu'alim tetap berakal ketika beliau menghadapi kematiannya. Kemudian Abu Maisaroh mimpi bertemu dengan Ja'far dimana dia berkata, "Hal terberat yang aku rasakan adalah, kamu memejamkan mataku sebelum aku benar-benar mati."


Penutup

Ketika manusia mati, meninggalkan dunia yang fana, maka berarti babak baru, baru saja dimulai, yaitu memasuki alam barzah, tempat menunggu babak selanjutnya yaitu alam kelanggengan yakni alam akhirat, maka di alam barzah manusia yang telah mati menunggu datangnya hari kiamat.

Mungkin terlalu jauh bila kita membahas tentang hari kiamat, karena setelah kita simak penjelasan Imam Qurthubi tentang proses dicabut nyawa saja, manusia sudah sangat kesusahan merasakan dan mengalami yang namanya sakaratul maut, namun semoga apa yang sudah disampaikan menjadi bahan tafakur yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Semoga melalui artikel ini ada ilmu yang bisa dipetik, sehingga bertambahlah pemahaman dan pencerahan melalui perkataan para 'alim ulama yang menjadi sanad kita untuk sampai kepada Rosulullah, karena melalui merekalah, sedikit-banyaknya kita mengetahui hadits Nabi dan ayat-ayat Al Qur-an. Semoga bermanfaat, wallahu a'lam bishowab.

Buka Komentar

Post a Comment for "Hukum dan Tata Cara Mentalqin Orang yang Akan Meninggal "