Tanda-tanda Pada Orang Beriman Ketika Meninggal dan Sakaratul Maut
بسم الله الرحمن الرحيم
Tanda-tanda Pada Orang Beriman Ketika Meninggal
Dalam sebuah hadits Rosulullah menyebutkan bahwa tanda-tanda orang yang beriman ketika meninggal terlihat keringat pada pelipisnya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh ibnu Majah dan buroidah di dalam kitab shohih Al Jami' dan Ahkam Al Jana'iz:
"Orang beriman itu meninggal dengan keringat di pelipisnya." (Ditakhrij oleh At Tirmidzi dan dia katakan, hadits ini hasan).
Salman Al Farisi juga berkata, bahwa beliau pernah mendengar bahwa Rosulullah pernah bersabda:
"Perhatikan tiga hal pada mayit ketika meninggal; jika pelipisnya berkeringat, matanya berlinang, dan lubang hidungnya mengembang, itu adalah rahmat dari Allah yang telah turun kepadanya. Jika dia mendengkur seperti unta yang dicekik, padam roman mukanya, dan berbuih kedua sudut mulutnya, itu adalah azab Allah Ta'ala yang telah menimpanya." (Hadits ini dinyatakan dho'if/lemah oleh Al Iroqi dalam kitab At Takhrij Ala Al Ihya').
Sebagian ulama berkata, seorang mu'min itu berkeringat pelipisnya karena malu kepada Allah atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukannya.
Karena anggota-anggota tubuh bagian bawah telah mati, dan masih tersisa kekuatan hidup dan aktifitasnya di bagian atas, maka rasa malu itu tampak di kedua matanya, dan saat itulah memang waktunya merasa malu.
Tanda-tanda Pada Orang Kafir Ketika Meninggal
Adapun orang kafir, semua itu tidak dialaminya. Sedang orang ahli tauhid yang mendapat siksa, juga tidak mengalami kejadian yang seperti itu karena sibuk dengan siksaan yang menimpanya.
Keringat yang terlihat di pelipis adalah tanda pada orang yang mendapat rahmat. Karena tidak seorang pun dari para wali, shidiq, atau orang berbakti, melainkan dia merasa malu kepada Allah disertai rasa senang mendapat kabar gembira, hadiah-hadiah dan kemuliaan lainnya.
Imam Qurtubi di dalam kitab At Tadzkirohnya menjelaskan, terkadang ketiga tanda yang disebutkan di atas tampak semuanya, namun terkadang hanya satu yang tampak. Itu semua tergantung tingkat amal masing-masing orang. Wallahu a'lam.
Dalam hadits riwayat Ibnu Mas'ud menyebutkan, "Kematian orang mukmin itu (bisa ditandai) dengan keringat di pelipis. Masih ada padanya sisa dosa-dosanya, maka akan dikurangi saat dia meninggal."
Kesusahan Yang Dialami Seseorang Saat Dicabut Nyawa
Abu Nu'aim telah mentakhrij sebuah hadits dari Al A'msy, dari Ibrahim, dari Al Qomah, dari Abdullah, dia berkata, Rosulullah Sholallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya nyawa orang mu'min keluar seperti keringat. Sedang nyawa orang kafir dihunus seperti dihunusnya nyawa keledai. Dan sesungguhnya orang mu'min itu pernah melakukan kesalahan, sehingga diberatkan ketika meninggal dunia, untuk menghapus kesalahannya itu."
"Dan sesungguhnya orang kafir pun pernah melakukan kebaikan, maka dimudahkan ketika meninggal dunia, untuk membalas kebaikannya itu." (Hadits ini dikeluarkan oleh Imam At Tirmidzi di dalam kitab sunannya dan dianggap dho'if/lemah, dalam isnadnya ada Hasan bin Mushk, seorang yang dho'if)
Hadits ini menjelaskan bagaimana Allah memperlakukan hambanya dengan sangat bijak, bahkan diakhir menjelang lepasnya nyawa manusia dari tubuhnya. Karena memang Dialah Al Hakim, yang Maha Bijaksana. Betapa tidak, mereka yang berdosa meskipun beriman Allah beratkan ketika sakaratul maut untuk menghapus kesalahannya.
Kemudian Allah juga membalas kebaikan orang kafir dengan mendapat keringanan ketika sakaratul maut, meski ia tidak akan selamat di alam barzah maupun mahsyar, dan di neraka mereka kekal dengan siksaan.
Sakaratul Maut
Sakaratul maut adalah kesusahan yang dialami dan dirasakan oleh seseorang menjelang kematiannya (sekarat), dan tiap orang yang akan meninggal pasti merasakannya, baik dia itu mu'min maupun kafir.
Sebelum nyawa manusia dicabut, terlebih dahulu ia akan mengalami berkali-kali pingsan (sekarat/sakaratul maut), anggota-anggota tubuhnya mengucapkan selamat berpisah satu sama lain, dan lain-lain.
Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan betapa berat proses kematian yang dialami manusia, dalam Al Qur-an disebutkan pada empat ayat:
وَجَآءَتۡ سَكۡرَةُ الۡمَوۡتِ بِالۡحَـقِّؕ
"Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya." (Qof: 19)
وَلَوۡ تَرٰٓى اِذِ الظّٰلِمُوۡنَ فِىۡ غَمَرٰتِ الۡمَوۡتِ
"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut." (Al An'am: 93)
فَلَوۡلَاۤ اِذَا بَلَغَتِ الۡحُـلۡقُوۡمَۙ
"Maka ketika nyawa sampai dikerongkongan." (Al Waqiah: 83)
كَلَّاۤ اِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِىَۙ
"Sekali-kali jangan, apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan." (Al Qiyamah: 26)
Saat-saat Rosulullah Sakaratul Maut
Di dalam kitab Shohih Bukhori menyebutkan hadits dari Sayidatu Aisyah Rodhiyallahu Anha, bahwa dihadapan Rosulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam (saat Beliau akan meninggal) ada sebuah wadah atau bejana berisi air.
Maka mulailah beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air dan mengusapnya ke wajah sambil berucap, "La Ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu diiringi sekarat." Kemudian menegakkan tangannya seraya berucap, "Bersama Ar Rofiq Al A'la." Sampai Beliau dicabut nyawanya dan tangannya pun condong.
Di dalam kitab Sunan At Tirmidzi dan dinyatakan shohih, telah meriwayatkan pula dari Sayidatu Aisyah Rodhiyallahu anha, dia berkata, "Aku tidak berharap seseorang akan mengalami keringanan maut, setelah aku melihat betapa beratnya kematian yang dialami Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam."
Ketika Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam mengetahui dan merasakan bahwa sakaratul maut itu luarbiasa sakitnya, maka Beliau memohon kepada Allah agar separuh rasa sakit yang dirasakan umat-umatnya ketika sakaratul maut dilimpahkan kepada Beliau.
Sehingga tidak heran jika kesaksian dari Aisyah Rodhiyallahu Anha tentang saat-saat Rosulullah sakaratul maut itu sangat luarbiasa. Rahmat beserta keselamatan dari Allah semoga tercurah atas Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam.
Sementara di dalam Shohih Al Bukhori, menyebutkan pula dari Sayidatu Aisyah Rodhiyallahu Anha, dia berkata, "Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam meninggal, dan sesungguhnya Beliau berada diantara tulang selengkanganku dan ujung daguku. Aku tidak akan membenci selamanya terhadap beratnya kematian seseorang setelah Nabi."
Dahsyatnya Rasa Sakit Saat Sakaratul Maut
Abu Bakar bin Sayibah menyebutkan dalam Musnadnya, dari Jabir bin Abdullah, mengatakan bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersada:
"Berceritalah kamu sekalian tentang Bani Israil. Karena sesungguhnya di kalangan mereka ada cerita-cerita yang mengagumkan."
Kemudian Rosulullah mulai bercerita kepada kami, "Ada sekelompok orang dari Bani Israil keluar rumah menju salah satu kuburan mereka. Mereka berkata, "Tidakkah kita melakukan sholat dua rakaat, lalu berdo'a kepada Allah, semoga Dia mengeluarkan seseorang yang telah mati, biarlah dia memberitahu kepada kita tentang kematian."
Rosulullah melanjutkan, "Maka mereka pun melakukan (apa yang mereka katakan itu). Maka seketika itu, muncul seorang laki-laki berambut putih, berkulit hitam, kecuali sedikit bagian saja. Diantara kedua matanya terdapat bekas sujud. Laki-laki itu berkata, "Hai kalian, mau apa kalian datang kepadaku? Aku ini telah meninggal sejak seratus tahun yang lalu. Namun panasnya kematian belum reda juga sampai sekarang. Maka berdo'alah kalian kepada Allah, supaya mengembalikan aku seperti semula."
Hadits ini menyampaikan betapa proses dicabutnya nyawa itu begitu dahsyatnya, sampai-sampai rasa panas saat dicabut nyawa masih terasa meski sudah berlalu ratusan tahun.
Namun di dalam keterangannya, Imam Qurtubi menyebutkan bahwa hadits ini jayyid, selain kisahnya disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Ahwal Alqubur yang menyebutkan bahwa hadits ini isnadnya jayyid. Adapun Al Bajar meriwayatkan di dalam Musnadnya bagian awal saja dari hadits ini, tanpa menyebutkan sekelompok orang itu. Berarti kisah tersebut disisipkan dalam hadits ini.
![]() |
Ucapan Selamat Tinggal Dari Tiap-tiap Anggota Tubuh Saat Sakaratul Maut
Menurut riwayat Abu Hadbah Ibrahim bin Hadbah. Dia berkata, telah bercerita kepada kami, Anas bin Malik Rodhiyallahu Anhu, dari Nabi Sholallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya semua manusia pasti mengalami kesusahan kematian dan sakaratul maut. Dan sesungguhnya sendi-sendi tulangnya masing-masing mengucapkan salam perpisahan kepada yang lain seraya berkata; Semoga kamu sejahtera. Kamu berpisah dariku, dan akupun berpisah darimu sampai hari kiamat."
Meski hadits ini dinyatakan dho'if/lemah, namun apa yang disampaikan di dalamnya memberi pelajaran dan bahan renungan. Betapa tidak, karena kelak tiap-tiap anggota tubuh memberi kesaksian ketika di mahsyar, sementara mulut hanya diam terkunci karena yang dikeluarkannya selalu dusta.
Jika melihat hadits ini, saat sakaratul maut tiap-tiap anggota tubuh mengucapkan salam perpisahan hingga kelak saat kiamat datang dan seluruh alam musnah, maka berarti tubuh manusia akan dikembalikan secara utuh oleh Allah di hari pembangkitan. Dibangkitkannya seluruh manusia saat hari pembangkitan itu sesuai dengan kondisi dia saat dicabut nyawanya oleh Allah. Penjelasan lengkapnya pada artikel selanjutnya masih dalam bahasan kitab At Tadzkiroh, insya Allah.
Al Muhasibi menyebutkan dalam kitabnya, Ar Ri'ayah, bahwa Allah Ta'ala telah berfirman kepada nabi Ibrahim Alaihis Salam, "Hai kekasihku, bagaimana rasanya kematian."
Nabi Ibrahim menjawab, "Bagaikan batang besi pemanggang daging yang dipanaskan, dimasukkan kedalam wol yang basah, lalu ditarik."Allah berfirman, "padahal sungguh, kami benar-benar telah meringankannya untukmu, hai Ibrahim."
Kemudian diriwayatkan pula, bahwa ketika nabi Musa Alaihis Salam ruhnya dipanggil pulang kepada Allah, maka Allah bertanya kepadanya, "Wahai Musa, bagaimana rasanya mati?"
Nabi Musa Alaihis Salam menjawab, "Aku merasakan diriku seperti seekor burung kecil yang digoreng hidup-hidup di wajan. Tidak mati, maka akhirnya bisa tenang dan tidak pula selamat, maka akhirnya bisa terbang."
Dalam riwayat lain nabi Musa Alaihis Salam berkata, "Aku rasakan diriku seperti seekor kambing yang dikuliti hidup-hidup oleh tukang jagal."
Oleh karena dahsyatnya rasa sakit ketika manusia dicabut nyawanya, maka nabi Isa Alaihis Salam pun pernah menasehatkan kepada para pengikutnya, "Wahai para Hawari, berdo'alah kepada Allah agar meringankan untukmu sekarat ini." Maksudnya sakaratul maut.
Kemudian juga ada yang meriwayatkan, bahwa kematian itu lebih sakit daripada dipenggal oleh pedang, atau digergaji dengan gergaji, atau digunting dengan gunting.
Abu Nu'aim Al Hafidzh menyebutkan sebuah hadits dalam kitabnya, Al Hilyah, dari Watsilah bin Asqo', Rosulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Demi Allah yang menggenggam jiwaku, sesungguhnya melihat malaikat maut itu lebih dahsyat daripada seribukali pukulan pedang."
Kemudian juga ada hadits lain yang menyebutkan tentang dahsyatnya saat manusia dicabut nyawanya sebagai pesan untuk kita yang masih hidup. Sebagaimana driwayatkan oleh Al Hamid, dari Anas bin Malik, bahwa Rosulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya para malaikat mengurung seseorang (yang akan meninggal) dan menahannya. Kalau tidak demikian, maka dia pasti lari ke padang pasir dan ke padang belantara, karena dahsyatnya sakaratul maut."
Tentang proses kejadian dan apa yang dirasakan manusia saat sakaratul maut, manusia dapat mengetahuinya melalui penjelasan ulama berdasarkan hadits dan ayat-ayat Al Qur-an.
Namun berbeda dengan malaikat Ijro'il, sebuah riwayat menyebutkan, bahwa malaikat maut yakni Ijro'il baru mengetahui dan merasakan dahsyatnya sakaratul maut ketika Allah memerintahkannya mencabut nyawanya sendiri ketika seluruh makhluk dimusnahkan ketika kiamat.
Ketika malaikat maut mencabut nyawanya sendiri, ia berkata kepada Allah, "Demi keagungan-Mu, andai aku tahu betapa pedihnya sakaratul maut seperti yang aku rasakan kini, niscaya aku tidak akan mencabut nyawa seorang mu'min pun." Demikian disebutkan oleh Al Qodhi Abu Bakar bin Al Arobi.
Sakaratul Maut yang Paling Ringan
Dari Syahr bin Hausyab, dia berkata, bahwa Rosulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang maut dan kedahsyatannya. Rosulullah menjawab; "Sesungguhnya maut yang paling ringan adalah seperti rumput berduri yang ada dalam wol. Dapatkah rumput itu keluar dari wol tanpa menyangkut bulu-bulu wol?" (Ibnu Abi Ad Dunia dalam kitab Dzikr Al Maut, isnadnya dho'if karena mursal).
Dari hadits ini kita bisa mengambil pelajaran dan memahami bahwa ternyata rasa pedih ketika sakaratul maut itu pasti dirasakan oleh tiap orang yang sedang meregang nyawa. Meski hadits ini dho'if karena isnadnya mursal (langsung kepada Rosulullah tanpa menyebutkan sahabat), namun Syahr bin Hausyab adalah seorang yang hasan haditsnya.
Masih hadits yang disebutkan oleh Syahr bin Hausyab, ketika Amr bin Al Ash akan meninggal dunia, anaknya berkata, "Wahai ayah, sesungguhnya engkau pernah berkata kepada kami; 'Andaikan aku bertemu dengan orang yang pandai yang tetap berotak cerdas walau dalam keadaan sakaratul maut, agar dia menjelaskan kepadaku apa yang dia rasakan (saat sakaratul maut).' Ternyata orang itu adalah engkau sendiri (wahai ayah). Maka jelaskanlah kepadaku tentang kematian itu?"
Amr bin Ash menjawab, "Duhai anakku, demi Allah, seakan-akan lambungku terhimpit dalam lemari. Seakan-akan aku bernafas melalui lubang jarum, dan seakan-akan ada dahan berduri di tarik dari kedua telapak kakiku sampai ke ujung kepalaku." Kemudian beliau berkata:
Andai saja di celah-celah bukit ku berada Dengan kawanan kambing yang ku gembala Sebelum datangnya apa Yang kini di hadapanku tampak nyata.Cerita ini dinyatakan shohih, diriwayatkan oleh Ahmad dan ibnu Asakir, bahkan juga oleh Adz Dzahabi dalam biografi Amr bin Al Ash dalam kitab Siyar A'lam An Nubala'.
Sementara Abu Maisaroh meriwayatkan dan disampaikan secara marfu'. Beliau berkata, "Andaikan sakitnya seutas rambut dari orang yang meninggal dunia itu diberikan kepada penduduk langit dan bumi, niscaya mereka mati semua."
Malaikat Maut
Hai manusia, bagi orang yang tidur, kini tiba saatnya bangun. Bagi orang yang lalai, telah tiba saatnya sadar, sebelum maut menyerbu dengan segala rasa pahitnya. Sebelum semua aktifitas terdiam dan tanpa terhenti, lalu dipaksa masuk ke kubur, dan tinggal bersama tulang-tulang yang telah binasa.
Malaikat maut yakni Ijro'il adalah termasuk daripada sepuluh malaikat yang wajib diketahui oleh tiap-tiap muslim yang mukalaf. Namun apa yang dijelaskan di bawah ini bukanlah perkara yang wajib, karena penjelasannya tidak didasari isnad yang shohih dari Rosulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam. Demikian yang dijelaskan oleh mualif. Wallahu a'lam.
Dalam sebuah riwayat Umar bin Abdul Aziz menerangkan tentang seperti apa malaikat maut itu, dalam isi surat yang ditujukan kepada beberapa orang sahabatnya, berisi nasehat. Antara lain:
"Amma ba'du, sesungguhnya aku berpesan kepada kamu sekalian, bertawakallah kepada Allah yang Maha Agung dan senantiasa takutlah kepada-Nya. Jadikan taqwa dan sifat waro' sebagai bekal kamu sekalian."
"Sesungguhnya kamu saat ini tinggal dinegri yang sebentar lagi akan berubah penduduknya. Sedang Allah dihamparan kiamat kelak dengan praharanya, pasti akan menanyakan kepadamu tentang berbagai hal yang sekecil-kecilnya dan sedetil-detilnya."
"Maka ingatlah Allah, ingatlah Allah, wahai hamba-hamba Allah!"
"Ingatlah mati yang pasti datang, dan simak firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (Ali Imron: 185).
"Semua yang ada di bumi akan mati." (Ar Rohman: 26).
"Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka." (Muhammad ayat 27).
"Aku dengar, wallahu a'lam, bahwa malaikat maut itu memukul dengan cambuk api, dan Allaj Jalla Dzikruhu memang berfirman:
Katakanlah, "Malaikat maut yang disertai untuk (mencabut nyawa) mu, akan mematikan kamu, kemudian hanya kepada Tuhanmu kamu akan dikembalikan." (As Sajdah: 11).
"Kemudian aku dengar juga, Wallahu A'lamu wa Ahkam, bahwa malaikat maut itu, kepalanya di langit dan kedua kakinya di bumi. Dan bahwa dunia ini di hadapan malaikat maut hanyalah seperti piring dihadapan salah seorang dari kamu sekalian, tempat dia makan."
"Kemudian aku dengar juga, wallahu a'lam wa ahkam, bahwa malaikat maut itu memandang Bani Adam sebanyak 366kali. Dan bahwa malaikat maut itu memandang ke setiap rumah yang ada di bawah naungan langit sebanyak 600kali."
"Dan aku dengar lagi, bahwa malaikat maut itu berdiri di tengah-tengah dunia ini. Dia memandang ke segala penjuru, daratan, lautan dan gunung-gunungnya. Dunia dihadapannya hanyalah seperti sebutir telur di antara sepasang kaki seorang dari kamu sekalian."
"Dan aku dengar lagi, bahwa malaikat maut itu mempunyai banyak pembantu, yang hanya diketahui Allah Subhanahu wa Ta'ala saja berapa jumlah mereka. Tidak seorang pun dari para malaikat pembantu itu, melainkan andaikan diizinkan menelan seluruh langit dan bumi sekali telan, niscaya dilakukannya."
"Dan aku dengar juga, bahwa malaikat maut itu ditakuti oleh para malaikat lainnya, lebih dari takutnya seorang dari kamu sekalian terhadap binatang buas."
"Dan aku dengar juga, bahwa malaikat pembawa Arsy, jika seorang dari mereka didekati oleh malaikat maut, maka lelehlah dia dan mengecil sampai menjadi seperti seutas rambut, saking takutnya."
"Dan aku dengar malaikat maut itu mencabut nyawa anak Adam dari bawah tiap-tiap anggota tubuhnya. Yakni dari kukunya, urat-uratnya dan rambutnya. Dan tiap kali nyawa itu sampai dari sendi ke sendi yang lain, maka rasa sakitnya lebih dahsyat daripada dipukul 1000kali pukulan pedang."
"Dan aku dengar, bahwa andaikan sakitnya rambut dari seorang yang meninggal dunia ditempelkan pada langit dan bumi, niscaya mereka akan meleleh. Sehingga manakala nyawa orang yang akan meninggal itu telah sampai di tenggorokan, barulah malaikat maut melakukan pencabutan."
"Dan aku dengar, apabila malaikat maut telah mencabut nyawa orang mu'min, maka ia letakan nyawa itu dalam kain sutera putih, dengan minyak kesturi yang semerbak. Dan apabila telah mencabut nyawa orang kafir, maka nyawanya diletakan pada kain hitam dalam tembikar api, baunya lebih busuk dari bangkai."
Demikian isi surat dari Umar bin Abdul Aziz yang menjelaskan tentang malaikat maut di dalam isi suratnya.
Kemudian mu'alif juga menambahkan sebuah khobar (berita), bahwa apabila kematian seorang mu'min sudah dekat, maka turun empat malaikat. Satu malaikat menarik nyawa si mu'min itu dari kaki kanan. Satu lainnya menarik dari kaki kiri. Maka nyawanya mengalir bagai tetesan air dari pancuran, lalu mereka menariknya di mulai dari ujung jari.
Adapun orang kafir, nyawanya dicabut seperti batang besi pemanggang daging yang dicabut dari dalam gulungan wol yang basah. Demikian disebutkan oleh Abu Hamid dalam kitab "Kasyf Ulum Al Akhiroh."
Dari apa yang disampaikan mualif yakni Imam Qurtubi Rohimahullahu Ta'ala, dengan mengambil penjelasan dari ulama, bersumber dari hadits dan Al Qur-an. Betapa kematian itu sangat memilukan.
Ternyata mati itu disertai proses sakaratul maut yang begitu pedih, sementara kelezatan duniawi yang pernah dirasakan atau yang belum kesampaian, sudah tidak ada artinya lagi.
Coba kita renungkan. Misalnya kita menyaksikan seseorang yang sedang sakaratul maut. Harta yang dimilikinya dengan susah payah, sebentar lagi akan dibagi-bagikan, istrinya yang cantik akan menjadi janda dan akan dinikahi laki-laki lain, jabatan dan kekuasaan, tidak mampu meringankan dia dari kesusahan saat sakaratul maut.
Ternyata hidup tidak bisa egois mementingkan diri sendiri, karena ternyata kematian itu melibatkan oranglain, tetangga, saudara, bahkan bisa jadi orang-orang yang pernah didzholimi pun ikut membacakan yasin, mensholatkan dan mengantar jenazah ke pemakaman kemudian ikut mendo'akannya.
Arti Sakaratul Maut Bagi Para Nabi dan Rosul
Dari apa yang sudah dijelaskan di atas, bukan hal yang tidak mungkin dalam benak kita timbul pertanyaan. Jika Rosulullah saja masih merasakan sakaratul maut menjelang kematiannya, apalagi kita yang berlumuran dosa? Bukankah Rosulullah dimaksum oleh Allah, terhindar dari perbuatan salah dan dosa, lalu kenapa Rosulullah merasakan sakaratul maut?
Imam Qurtubi menjelaskan, ada dua pelajaran penting yang disebutkan oleh ulama terkait sakaratul maut yang dialami oleh para Nabi dan Rosul diantaranya sebagai berikut:
1. Kematian Itu Pada Hakekatnya Terasa Amat Sakit.
Mungkin bagi sebagian orang ada yang terlihat dalam keadaan tenang, tidak tampak adanya gerakan atau kegelisahan, seolah-olah begitu mudah ketika dia dicabut nyawanya oleh Allah, sehingga kita mengira kematian itu mudah. Karena pedihnya kematian termasuk perkara batin yang tidak terlihat.
Kita yang masih hidup tidak menyadari apalagi merasakan bagaimana keadaan sebenarnya yang dialami si mayit. Maka dengan diperlihatkan betapa sakit rasa maut itu pada diri para Nabi dan Rosul, yang terkenal jujur menyampaikan berita. Sekalipun mereka adalah orang-orang yang mulia di sisi Allah, dan sekalipun mati itu tampak ringan pada sebagian orang, namun diharapkan manusia akan mengambil kesimpulan, bahwa maut yang dialami dan dirasakan orang mati itu hakekatnya benar-benar sakit.
Allah memberikan pembelajaran bagi manusia melalui Rosulnya, maka dalam perkara kematian, Allah tunjukan dengan diberikannya sakaratul maut menjelang Rosulullah wafat, agar manusia mengambil pelajaran.
2. Allah Menyempurnakan Kemuliaan Para Nabi dan Rosul Dengan Diberikannya Sakaratul Maut Menjelang Kematian Mereka.
Allah membebankan para Nabi dan Rosul-Nya dengan sakaratul maut menjelang kematian mereka, bukan berarti Allah memberikan azab kepada mereka karena dosa. Tapi untuk menyempurnakan derajat mereka dengan sebuah ujian akhir yakni menerima dengan ikhlas beratnya kesusahan yang mereka alami dan mereka rasakan menjelang kematian.
Terlebih Rosulullah, Beliau malah meminta kepada Allah agar separuh rasa sakit dari sakaratul maut yang dirasakan oleh umat-umatnya ketika menjelang kematian dilimpahkan kepada Beliau, karena Rosulullah tidak mau umatnya merasakan sakit yang teramat sangat dari kematian. Begitu sayangnya Rosulullah kepada umatnya.
Beda halnya dengan orang ahli maksiat, kesusahan yang dirasakannya menjelang kematian merupakan azab dari Allah karena dosa-dosanya, dan tak mengalami apa yang telah disebutkan di atas tentang tanda-tanda bagi orang yang beriman saat mengalami sakaratul maut.
Beda-beda Tingkatan Sakaratul Maut
Di dalam Al Qur-an Allah berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ المَوت"Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati." (Ali Imron: 185)
Manusia, hewan, jin dan para malaikat akan merasakan kematian, yang di dalamnya ada proses sakaratul maut. Ini membuktikan, bahwa hanya Allah yang Maha Kekal, tidak ada satu makhluk pun yang kekal, kecuali ia dikekalkan oleh Allah Ta'ala."
Ulama sepakat dengan pendapat bahwa sakaratul maut itu ada, yang pasti dialami dan dirasakan oleh tiap-tiap makhluk yang bernyawa dan dalam hal ini manusia sebagai objek bahasan kita.
Kemudian sebagian ulama juga berkata, berdasarkan prinsip dan pendapat yang benar, bahwa hadiah dari maut itu pasti pahit rasanya. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa ada dua golongan manusia, sehingga ada beberapa kemungkinan dan pertimbangan tetang yang dialami dan dirasakan ketika sakaratul maut.
Dalam hal ini mu'alif menjelaskan bahwa ada tiga jenis makhluk yang Allah ciptakan yang merasakan sakaratul maut. Diantaranya ada jenis makhluk hewani yang berasal dari tanah yaitu manusia dan bukan manusia, dan di atasnya ada alam ruhani dan bangsa ulwani ridhwan.
Dalam kitab Kasyf Ulum Al Akhiroh, Abu Hamid berkata, ayat yang serupa dengan ayat di atas yang menyebutkan tentang kematian itu ada tiga tempat di dalam Al Qur-an. Adapun kematian yang dimaksud oleh ketiga ayat itu adalah kematian alam semesta, yakni makhluk yang tergolong alam dunia, alam malakut dan alam jabarut.
Mereka yang tergolong alam pertama adalah Adam dan anak cucunya serta semua jenis binatang, mereka yang tergolong alam malakut adalah para malaikat dan jin, adapun yang tergolong alam jabarut adalah para malaikat pilihan, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur-an:
"Allah memilih utusan-utusannya dari malaikat dan dari manusia." (Al Hajj: 75).
Para malaikat yang dimaksud adalah para malaikat karubiyyun, para penjaga Arsy dan para penjaga suradiq sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya:
"Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan (istri dan anak), tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika kami menghendaki berbuat demikian (tentulah Kami melakukannya)." (Al Anbiya': 17).
Meski sedemikian tinggi kedudukan mereka, para malaikat itupun tetap akan mati. Meskipun mereka adalah makhluk-makhluk yang sangat dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, namun kedekatan itu tetap tidak bisa menghalangi kematian mereka.
Ibnu Qussi berkata, "Sebagaimana cara hidup di berbagai alam tersebut berbeda-beda, maka berbeda pula cara merasakan masing-masing ketika mengecap sesak maupun pahitnya maut (sakaratul maut)."
"Perasaan makhluk ruhani terhadap hal-hal yang bersifat ruhani adalah seperti halnya yang dialami orang tidur dalam kantuknya, atau rasa tersendat menyakitkan yang dia rasakan dalam tidurnya."
"Dalam tidurnya itu dia memang merasa tersendat dan gelisah, sehingga ia terbangun, tapi setelah bangun dia tidak merasakan apa-apa. Dia merasa enak kembali dan hilang rasa sakitnya yang dialami, bahkan tetap aman dan nyaman."
"Demikian pula perasaan makhluk ulwi qudsi terhadap hal-hal yang bersifat ruhani adalah seperti halnya yang dirasakan oleh orang yang mengantuk terhadap hal-hal yang bersifat ruhani. Tentu saja semua itu tidak dijangkau oleh akal manusia, kecuali berupa dugaan-dugaan belaka dan tidak bisa dipelajari, kecuali dalam bentuk imajinasi atau pencarian gejala-gejalanya saja."
"Adapun perasaan makhluk paling bawah yakni manusia dan jin terhadap kematian. Hampir tidak terkatakan tentang kesusahan-kesusahan dan cekikan-cekikan yang menyendat lehernya."
"Digambarkan satu kali cekikan, sama dengan 1000kali pukulan pedang, maka bagaimana bisa diungkapkan dan diceritakan? Sungguh, suatu hal yang sulit diketahui hakekatnya."
Sementara itu, manusia dalam menduga-duga rasa kematian pun berbeda-beda, tergantung pada perbedaan tingkatan dan cara berfikir masing-masing. Golongan Islam menduga rasa kematian dalam fikiran mereka, tidak seperti yang diduga oleh umat non Islam. Kemudian golongan-golongan Islam itu sendiri ternyata ada yang menduganya tidak persis seperti yang dinyatakan oleh para Nabi dan pengikutnya."
"Lain dari itu, para Nabi sendiri, sesuai pribadi dan tingkat perasaan masing-masing, juga berbeda dalam menggambarkan pedihnya maut, sesuai dengan perbedaan nilai kata dan hakekat kebenaran yang diungkapkan. Karena para Nabi juga memiliki keutamaan dan keistimewaan yang berbeda, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Diantara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia), dan sebagian lainnya Allah meninggikannya beberapa derajat." (Al Baqoroh: 253).
"Sementara itu Allah telah menyatakan diringankannya rasa kematian atas nabi Ibrohim Alaihis Salam dalam firman-Nya; "Padahal sungguh Kami benar-benar telah meringankannya untukmu, hai Ibrohim." Dengan pernyataan seperti ini berarti, tidak ada yang lebih ringan daripada itu."
"Demikian pula apa yang dinyatakan Allah Ta'ala sebagai yang paling besar dan paling hebat, maka tidak ada lagi (sakaratul maut) yang lebih besar dan hebat daripadanya. Meski boleh saja orang berkata, ini kematian yang ringan, atau ini kerajaan yang besar dan hebat, tapi tentu tidak sehebat keni'matan surga. Perhatikan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam keni'matan dan kerajaan yang besar." (Al Insan: 20).
"Sebagaimana tidak ada yang lebih hebat daripada kerajaan surga, maka tidak ada yang lebih ringan daripada kematian Kholilullah yakni nabi Ibrohim Alaihis Salam." Demikian kata Ibnu Qussi, wallahu a'lam.
Hikayat
Diriwayatkan bahwa Harun Ar Rasyid ketika menderita sakit keras, dia mendatangkan seorang tabib dari Thus, Persia. Tabib itu meminta supaya diperlihatkan kepadanya air seni Ar Rasyid beserta air seni beberapa orang lainnya yang sakit maupun yang sehat. Kemudian dia meneliti air seni yang berada dalam botol-botol yang disediakan.
Ketika meneliti air seni Ar Rasyid, tabib menyeru, "Katakan kepada pemilik air seni ini, supaya menulis wasiat. Sesungguhnya kekuatannya sudah memudar, bangunan fisiknya telah runtuh."
Ketika tabib itu hendak meneliti air seni yang lainnya, tiba-tiba terdengar seruan iqomat, maka dia pun pergi. Ternyata di sana Ar Rasyid merasa putus asa terhadap kondisi dirinya, sehingga bersenandung.
Sungguh tabib dengan kelemahannya
Dan obatnya juga ternyata
Tak dapat menahan ajal manusia
Bila ia telah tiba
Kenapakah tabib ternyata mati juga
Oleh penyakit yang serupa
Yang biasanya dapat disembuhkan
Seperti yang sudah-sudah dia lakukan?
Ternyata memang semua akan mati
Si pemberi obat dan yang diobati
Si pengangkut obat dan si pembeli
Dan yang menjualnya juga mati
Ar Rasyid nampaknya mendengar bahwa berita tentang kematiannya menggemparkan khalayak ramai. Maka dia meminta didatangkan seekor keledai untuk membawanya pergi, dan ternyata kedua pahanya lunglai. Maka dia berkata, "Turunkan aku, benarlah orang-orang yang gempar itu."
Selanjutnya dia meminta beberapa lembar kain kafan untuk dipilih yang paling menarik baginya, lalu dia perintahkan supaya digalikan kuburnya di depan tempat tidurnya. Dia pandangi bagian dalam liang kubur itu, lalu berkata, "Hartaku sama sekali tidak berguna bagiku. Kekuasaanku pun telah hilang dariku." Malam itu juga Ar Rasyid meninggal dunia.
Juga ada riwayat dari Sayidina Ali Karomallahu wajhah, bahwa beliau pernah menghampiri sebuah bejana untuk minum darinya. Beliau mengambil bejana dengan tangannya dan memperhatikannya, lalu berkata, "Hanya Allah yang Maha Mengetahui berapa banyak mata jeli dan pipi mulus yang ada padamu."
Senada dengan cerita Sayidina Ali, ada riwayat lain menyebutkan. Ada dua orang laki-laki bertengkar memperebutkan sebidang tanah. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan sebuah batu bata, yang ada pada tembok itu, dapat berbicara.
Batu bata itu berkata, "Hai dua orang, kenapa kalian bertengkar? Apa yang kalian perebutkan? Sesungguhnya aku dulu adalah seorang raja, aku telah menjadi raja sekian tahun lamanya, lalu aku mati dan menjadi tanah. Aku tetap menjadi tanah selama seribu tahun."
"Kemudian seorang tukang tembikar mengambilku, dan mengolahku menjadi sebuah bejana, lalu aku dipakai sampai akhirnya pecah dan kembali menjadi tanah. Begitu seterusnya aku tetap menjadi tanah selama seribu tahun lagi. Seseorang mengambilku lagi, lalu aku dicetak menjadi sebuah batu bata pada tembok ini. Maka kenapa kalian bertengkar, dan apa yang kalian perebutkan?"
Perubahan-perubahan yang disebutkan pada hikayat di atas hanya terjadi terhadap jasad saja, dimana wajah yang tampan, tubuh yang kekar, rambut yang indah akan musnah ketika dikubur dan bersatu dengan tanah. Hanya ruh yang utuh, kembali kepada Allah, dan kelak di hari pembangkitan keduanya kembali disatukan oleh Allah.
Riwayat-riwayat yang lain yang memiliki makna yang serupa, saling menguatkan, bahwa jasad manusia yang tertimbun tanah akan mengalami siklus perubahan. Dari jasad menjadi tanah, setelah melampaui kurun waktu yang sangat panjang kemudian melalui tangan manusia tanah tersebut dijadikan tembikar, batu bata dan lain-lain. Bisa saja sebuah tempat yang dulunya adalah area pemakaman berganti dengan bangunan megah.
Penutup
Sebagai penutup ada dua firman Allah sebagai renungan juga sebagai jawaban atas apa yang menimpa manusia di dunia:
قَدۡ عَلِمۡنَا مَا تَنۡقُصُ الۡاَرۡضُ مِنۡهُمۡۚ وَعِنۡدَنَا كِتٰبٌ حَفِيۡظٌ
"Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh mereka), dan pada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara (mencatat)." (Qof: 4).
قَالَ فَمَا بَالُ الۡقُرُوۡنِ الۡاُوۡلٰى
"Maka bagaimanakah keadaan umat-umat terdahulu?"
قَالَ عِلۡمُهَا عِنۡدَ رَبِّىۡ فِىۡ كِتٰبٍۚ لَا يَضِلُّ رَبِّىۡ وَلَا يَنۡسَى
"Musa menjawab; pengetahuan seperti itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah juga tidak akan lupa." (Thoha: 51-52).
Berarti jelas apa yang menimpa manusia termasuk kematian adalah atas kehendak Allah yang sudah tertulis di Lauhul Mahfudz. Sehingga tidak ada seorangpun yang bisa lolos dari kematian dan sakaratul maut. Wallahu a'lam bishowab.
Post a Comment for "Tanda-tanda Pada Orang Beriman Ketika Meninggal dan Sakaratul Maut"
Silahkan tinggalkan komentar tanpa menyertakan link