Para Delegasi Malaikat Maut Sebelum Datangnya Kematian
Para Delegasi Malaikat Maut
Delegasi bisa diartikan pelimpahan wewenang dari seorang pemimpin kepada bawahannya yang memang kompeten di bidangnya, yang dibebankan tugas untuk menyampaikan sesuatu agar apa yang dia sampaikan menjadi perhatian dan peringatan sehinga memotivasi yang lain untuk mengevaluasi dan merumuskan solusi dari permasalahan yang ada.
Begitu pula dengan urusan kematian, Ijro'il yang memiliki wewenang dari Allah untuk mengeksekusi ajal manusia tidak gegabah asal mencabut nyawa manusia, tetapi ada delegasi yang dikirim terlebih dahulu untuk memperingatkan manusia yang tentu tak keluar dari kehendak Allah, agar bisa diperhatikan sehingga manusia mewaspadai akan datangnya kematian dengan cara mempersiapkan bekal untuk akhirat nanti.
Dari kitab Raudhoh Al Musytaq wa Ath Thoriq Ila Al Malik Al Kholaq, karya Abul Faroj Ibnul Jauzi. Imam Qurthubi mengutip sebuah keterangan:
Diriwayatkan dalam sebuah khobar, bahwa salah seorang Nabi berkata kepada Malaikat Maut 'Alaihis Salam, "Tidakkah kamu punya seorang delegasi sebagai pemberi peringatan yang kamu suruh datang mendahuluimu, supaya manusia bersiap-siap menyambut kedatanganmu?"
Malaikat Maut menjawab, "Benar, demi Allah, aku bahkan punya banyak delegasi sebagai pembawa peringatan, berupa macam-macam gangguan dan penyakit, uban, berbagai hal yang menyedihkan, dan berkurangnya pendengaran dan penglihatan."
"Jika orang yang ditimpa hal-hal tersebut tidak mau sadar juga dan tidak mau bertaubat, maka tatkala aku datang hendak mencabut nyawanya, aku menyerunya, "Bukankah aku telah mengirim terlebih dahulu kepadamu delegasi demi delegasi, dan peringatan demi peringatan? Aku adalah delegasi terakhir tidak ada lagi yang lain sesudahku. Dan aku adalah peringatan terakhir, tidak adalagi peringatan terakhir sesudahku."
Tidak ada satu hari pun, dimana matahari terbit dan terbenam melainkan Malaikat Maut menyeru, "Hai orang-orang yang berumur empatpuluh tahun inilah saatnya kalian mengambil bekal, selagi kalian masih berakal! Anggota-anggota tubuh kalian masih kuat perkasa."
"Hai orang-orang yang berumur limapuluh tahun, telah dekat saatnya memetik dan memanen. Hai orang yang telah berumur enampuluh tahun, kalian telah melupakan hukuman Allah, dan melalaikan atas firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, padahal tidak ada lagi penolong bagimu."
"Dan bukankah kami telah memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (bukankah) telah datang kepadamu pemberi peringatan?" (Fathir: 37).
Sementara itu dalam Shohih Bukhori, Abu Huroiroh Rodhiyallahu 'Anhu berkata, bahwa Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Allah telah banyak memberi kesempatan meminta maaf, kepada seseorang yang dia tangguhkan ajalnya hingga mencapai umur enam puluh tahun."
Dari hadits di atas Allah sudah begitu sabar dengan kedurhakaan hamba-hamba-Nya, tidak langsung menimpakan adzab, meski sungguh Dia sangat bisa melakukannya. Allah memberi penangguhan kepada manusia dengan umur yang panjang agar manusia punya waktu untuk bertaubat sebelum ajalnya tiba.
Terlebih ketika Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam sudah diutus sebagai pemberi kabar gembira yang disampaikan kepada para sahabat, kemudian bersambung kepada ulama tabi'in hingga sampai kepada guru-guru kita, maka tidak ada alasan bagi kita akan tidak sampainya berita dari Rosulullah tersebut kepada kita di zaman yang moderen ini, dimana informasi bisa dengan mudah kita dapatkan.
Uban Adalah Sebagai Pemberi Peringatan Akan Datangnya Kematian
Di dalam Al Qur-an surat Al Isro ayat 15, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan Kami tidak akan mengazab, sebelum Kami mengutus seorang Rosul."
Kemudian dalam ayat yang lain juga Allah berfirman, "Dan apakah belum datang kepadamu pemberi peringatan." (Fathir: 37).
Pemberi peringatan yang dimaksud dalam ayat tersebut, kata Imam Qurthubi adalah Al Qur-an. Adapula yang mengatakan, Rosul yang diutus kepada mereka.
Lain lagi, pendapat yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, Sufyan, Waki', Al Husain bin Fadhol, Al Far'a dan Ath Thobari, mereka berkata, "Pemberi peringatan itu adalah uban." Karena uban datang kepada seseorang pada usia tua, sebagai tanda meninggalkan masa muda yang merupakan masa bermain-main.
Demam Adalah Sebagai Pemberi Peringatan Akan Datangnya Kematian
Ada juga ulama yang berpendapat bahwa pemberi peringatan adalah demam, karena ada hadits Nabi sholallahu 'Alaihi wa sallam yang menyebutkan, "Demam adalah pemberi peringatan tentang maut." (Dho'if Al Jami' karya syekh Al Bani).
Sedang menurut Al Azhari demam adalah delegasi maut, jadi seakan-akan demam itu memberitahu dan memberi peringatan akan datangnya mati.
![]() |
Matinya Orang-orang Terdekat Adalah Sebagai Pemberi Peringatan Tentang Kematian
Ada juga ulama yang berpendapat, bahwa yang dimaksud pembawa peringatan itu adalah mereka orang-orang terdekat kita yang meninggalkan dunia terlebih dahulu dari kita. Karena dengan menyaksikan orang yang yang meninggal, seseorang menyadari bahwa hidup itu akan mememui ajal.
Dengan melihat kematian, orang yang berfikir cerdas akan memperbanyak amal sebagai bekalnya kelak ketika meninggal, agar selamat di alam barzah maupun alam akhirat.
Dengan dikirimkannya pemberi peringatan oleh Allah kepada manusia, maka seharusnya manusia bisa mengambil pelajaran dan mempersiapkan kematiannya sebagaimana hujah-hujah dari para utusan Allah kepada umat-umatnya, agar umatnya itu selamat dan tidak lalay oleh urusan duniawi.
Adapun umur sesungguhnya bukanlah batas bagi manusia menemui ajalnya. Karena tak sedikit mereka yang berusia dibawah empat puluh tahun meninggal lebih dulu, mendahului mereka yang sudah berusia di atas lima puluh dan enam puluh tahun.
Hanya saja, Allah memberikan rambu-rambu kepada manusia yang dianugerahi umur panjang, di kala menginjak usia lima puluh ke atas, maka perbaikilah hubungannya dengan Allah, menjauhi dunia kemudian mempersiapkan bekal akhirat.
Usia ideal ketika manusia masih punya kekuatan untuk beramal saleh dan mulai fokus belajar mendekatkan diri menuju Allah adalah saat usia empat puluh tahun dimana usia remaja yang syarat dengan emosi telah dia lalui. Sebagaimana Rosulullah disaat usia beliau menginjak usia empat puluh tahun, Allah baru memberinya taufik dan hidayah untuk berkholwat di goa Hiro' untuk mengenal Allah.
Di saat usia muda, sholat kita mungkin hanya sebatas ada maunya saja, rajin karena ada pencapaian dunia. Namun di usia empat puluh, seharusnya manusia sudah dewasa di dalam beribadah kepada Allah, dan untuk bisa dekat dengan Allah harus melalui proses belajar melalui guru ruhani untuk mengolah qolbu, nah saat menginjak usia lima puluh keatas, ia sudah terbiasa dan bisa merasakan ketenangan ibadah, jauh dari urusan duniawi karena anak-anak hasil didikannya sudah mempunyai tanggung jawab sendiri, bukan tugasnya lagi menafkahi mereka, tapi sebaliknya anak-anaknya lah yang mengurus dia di masa tuanya.
Dan Al Qur-an pun sudah memperingatkan, "Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdo'a; ya Tuhanku, tunjukkanlah aku untuk mensyukuri ni'matmu." (Al Ahqof: 15).
Allah Azza wa Jalla telah memperingatkan, bahwa orang yang telah mencapai usia empat puluh tahun, sudah waktunya menyadari betapa banyak ni'mat yang telah dikaruniakan Allah kepadanya, dan juga kepada kedua orangtuanya, lalu mensyukurinya.
Imam Malik Rohimahullahu Ta'ala berkata, "Saya lihat para ahli ilmu di negri kita gemar mencari dunia. Mereka bergaul dengan masyarakat, hingga seorang dari mereka mencapai usia empat puluh tahun. Jika mereka mencapai usia empat puluh tahun, maka mereka mengasingkan diri dari masyarakat."
Diberikannya tempo oleh Allah kepada manusia merupakan bukti kasih sayang Allah, bahwa Allah Maha Bijaksana di dalam menetapkan hukum kepada manusia.
Coba kita perhatikan, sebelum menginjak baligh, manusia tidak diwajibkan melaksanakan taklif dari Allah, tapi meskipun begitu Allah mewajibkan bagi para orangtua mengenalkan agama Islam kepada anak-anaknya agar mereka terbiasa.
Di saat usia lima belas tahun, umumnya manusia telah menginjak batas maksimal usia baligh, maka wajib bagi mereka menjalankan syari'at, maka bagi orangtua tidak kewalahan mengajarkan anak-anaknya karena sudah sejak dini mereka sudah memperkenalkan ajaran Islam kepada anak-anaknya.
Antara usia dua puluh satu sampai tiga puluh tahun, umumnya manusia belajar berumah tangga, mencari nafkah dan memberi nafkah. Dan pada usia empat puluh, pencapaian orangtua mulai dirintis, yakni mulai fokus beribadah dengan sepenuhnya, mempersiapkan bekal agar kelak di usia lima puluh dan enam puluh tahun ia sudah terbiasa dan mampu menjauhkan diri dari kesibukan duniawi, karena putra-putri mereka sudah berkeluarga.
Dari sini bisa kita lihat bahwa sudah menjadi sifat manusia butuh proses, dan Allah yang Maha Mengetahui. Maka Maha Benar Allah ketika Dia memberikan peringatan kepada manusia tentang sisa umur yang diberikan-Nya, sebagai bukti kasih sayang dan kebijakan-Nya dengan memberikan penangguhan agar manusia bertaubat dan memperbanyak amal ibadah.
Hikayat
Terkait dengan pemberi peringatan, mualif Asyekh Al Imam Al Qurthubi menuliskan beberapa cerita sebagai bahan renungan, dan nasehat kepada kita semua, agar waspada terhadap datangnya maut.
Ada sebuah cerita tentang seorang 'alim yang gemar bersenang-senang. Dia senang berkumpul dengan teman-temannya di sebuah kebun, yang tak seorang pun boleh masuk kecuali dia bersama teman-temannya.
Di saat mereka asik berkumpul bercengkrama, tiba-tiba ada seseorang yang masuk terlihat di sela-sela pepohonan. Seorang 'alim tersebut marah dan berkata, "Siapa yang mengizinkan orang ini masuk?"
Maka datanglah orang itu dan duduk di hadapannya, dan berkata, "Apa pendapatmu tuan, tentang seseorang yang punya hutang, tapi dia beranggapan bahwa boleh saja tidak membayarnya?"
Maka orang 'alim itu menjawab, "Hakim boleh memberi tempo, jika itu dipandang baik."
Orang itu kembali berkata, "Hakim telah memberi tempo, tapi tidak memberinya manfaat dan tidak menghentikannya dari sikap acuh dan enggan membayar?"
Orang 'alim itu menjawab dengan tegas, "Dia harus dihukum."
"Sesungguhnya hakim itu telah bersikap lembut kepadanya, bahkan memberinya tempo lebih dari lima puluh tahun." Jawab orang itu.
Sang 'alim menunduk dan keringatnya bercucuran dari wajahnya, sementara orang yang bertanya tadi pergi meninggalkannya.
Setelah sadar dari ketermenungannya, orang 'alim itu mencari-cari kemana orang itu perginya, dan bertanya kepada penjaga. Sang penjaga menjawab, "Dari tadi tdak ada yang masuk juga tidak ada yang keluar."
Orang 'alim itu berkata kepada teman-temannya, "Pulanglah kalian," dan sejak saat itu orang 'alim tersebut tidak pernah menampakkan diri kecuali di majelis ilmu.
Orang yang datang dan bertanya kepada seorang 'alim tersebut rupanya seorang malaikat, karena jika manusia maka kehadirannya diketahui oleh para penjaga. Kemudian kedatangannya adalah untuk memberi peringatan kepa orang 'alim tadi. Wallahu a'lam.
Ilmu yang diperoleh oleh seseorang semestinya diamalkan, seperti mempraktekkan ilmunya itu dalam kesehariannya untuk bisa dekat dengan Allah dan menyampaikannya kepada khalayak umum agar manfaat.
Kemudian kewajiban yang lain selain sholat, bagi setiap mukalaf yaitu bertholabul ilmi yang harus dikerjakan sebagai dasar tuntunan di dalam mengerjakan semua amal ibadah, karena ibadah tanpa disertai ilmu tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dari apa yang disampaikan oleh si penanya, jelas sesuai dengan firman Allah di atas, yang memberi peringatan bahwa Allah sudah dengan sangat baik, dan bijaksana, dan Allah Maha Lembut, artinya Allah memberi banyak waktu dengan sabar dan tidak menekan hamba-Nya dengan tergesa-gesa. Maka sudah semestinya manusia memanfaatkan waktunya untuk banyak beribadah kepada Allah sebagai bekalnya kelak.
Selanjutnya ada sebuah kisah tentang seorang yang kaya, yang hidup mewah. Pada zaman dulu bagi orang kaya, sudah lumrah memiliki budak dan hak seorang tuan terhadap budak perempuannya diantaranya yaitu boleh menggaulinya tanpa akad pernikahan.
Ada orang kaya, yang jika diberi peringatan tentang kematian, maka dia akan menolaknya. Rupanya alasan dari tidak maunya orang tersebut mati adalah karena seorang budak perempuan yang sangat ia cintai.
Orang kaya itu menuturkan, "Aku mempunyai seorang budak perempuan, tiap kali aku bersenang-senang dengannya, maka semakin lekat perasaan cintaku kepadanya. Pada suatu hari aku membolak-balik rambutnya, tiba-tiba ada dua helai rambutnya yang putih, maka aku sampaikan hal itu kepadanya. Tentu saja dia terperanjat seraya berkata, "Perlihatkan kepadaku."
"Aku pun memperlihatkan kepadanya, dan tiba-tiba dia mengucapkan, "Yang benar telah datang, dan yang batil telah lenyap." (Al Isro': 81).
"Sejenak dia memandangiku, kemudian berkata, "Ketahuilah andaikan tidak ada kewajiban atasku untuk mematuhimu, niscaya aku takan kembali kepadamu. Maka biarkan aku siang atau malam ini untuk menghimpun bekal akhiratku."
"Maka aku berkata, "tidak disebut dermawan juga tidak mengapa." (artinya tidak mau melapaskan budak wanita itu).
(Budak wanita itu marah lalu berkata), "Apakah engkau menghalangi aku dari Tuhanku, padahal Dia sudah memberitahu aku akan segera bertemu dengan-Nya?" Lalu dia berdo'a, "Ya Allah gantilah cintanya dengan kebencian."
"Maka malam itu rasanya, tidak ada yang lebih aku sukai selain menjauhkannya dariku. Bahkan kemudian aku menawarkannya untuk dijual. Datanglah kepadaku seseorang yang mau membelinya sesuai dengan harga yang ku inginkan. Namun, ketika aku menerima bayarannya, wanita itu menangis. "Bukankah ini yang kau inginkan?" Tanyaku.
"Wanita itu berkata, "Demi Allah, tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang lebih aku sukai selain dirimu, tapi maukah engkau sesuatu yang lebih baik daripada uang bayaran untuk diriku itu?"
"Apa itu?" Sahutku. "Merdekakanlah aku karena Allah Azza wa Jalla. Hal itu akan membuatmu memiliki sesuatu yang lebih besar daripada memiliki diriku, dan memberimu pahala yang lebih besar daripada harga diriku."
"Ya aku merdekakan engkau." Kataku. Kemudian wanita itu berdo'a, "Semoga Allah meluluskan akadmu dan memberimu berlipat ganda dari yang engkau inginkan." Dan sejak itu saya berzuhud. Agaknya wanita itu telah berhasil membuatku tidak mencintai dunia dengan segala keni'matannya."
Cerita yang lain diriwayatkan oleh Abdullah bin Nuh kala itu dia sedang melakukan kunjungan ke Madinah. Dia berkata, "Saya pernah melihat orang yang sudah tua di masjid Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam. Saya sering melihatnya membersihkan debu-debu dari dinding-dinding masjid dengan pelepah kurma."
Saya bertanya kepada seseorang di sana, siapakah sebenarnya orang itu. Seseorang menuturkan kepadaku, "Dia adalah salah seorang keturunan dari Utsman bin 'Affan Rodhiyallahu 'Anhu. Dia sebenarnya punya anak, budak-budak dan kekayaan yang banyak. Pada suatu ketika dia melihat wajahnya di cermin, maka dia berteriak, lalu gila dan tinggal di masjid saja, seperti yang kamu lihat. Apabila keluarganya datang hendak mengobati atau dirawat, dia kabur dan berlindung ke makam Rosulullah yang mulia, lalu mereka membiarkannya."
Mendengar cerita itu, saya merasa tertarik mengamat-amati orangtua itu di siang hari, ternyata dia baik-baik saja, tidak kurang suatu apapun. Kemudian saya mengamat-amatinya di malam hari, selepas tengah malam dia tampak meninggalkan masjid, maka akupun mengikutinya.
Setelah saya ikuti, ternyata orang tua itu mendatangi pemakaman Baqi'. Di tempat itu ia sholat dan menangis sampai hampir datangnya fajar. Dia tampak duduk sambil berdo'a, kemudian datanglah seekor binatang, aku tidak tahu persis, apakah itu domba, rusa atau lainnya.
Binatang itu berdiri di hadapannya membuka kakinya, kemudian orang itu memegang puting susu binatang tersebut dan meminum air susunya. Selanjutnya ia mengelus-elus punggung binatang itu seraya berkata, "Pergilah, semoga Allah memberkatimu." Binatang itu pun berpaling cepat lalu pergi.
Aku segera mendahuluinya ke masjid, dan untuk beberapa malam, hal itu aku lakukan terus. Aku ikuti dia saat keluar mendatangi pemakaman Baqi' tanpa dia rasakan kehadiranku, sementara kudengar dia bermunajat, "Ya Allah sesungguhnya engkau telah mengirim dia kepadaku, tapi belum mengizinkan aku. Jika Engkau telah meridhoiku, maka izinkanlah aku. Tapi jika Engkau tidak meridhoi, maka berilah taufik kepada apa yang Engkau ridhoi."
(Singkat cerita) Ketika sudah dekat keberangkatanku untuk meninggalkan kota Madinah, aku datangi orang tua itu untuk berpamitan, dia menubrukku. Aku katakan terus terang kepadanya, "Saya mengikuti anda ke Baqi' sejak beberapa malam ini, saya telah sholat mengikuti sholatmu dan mengamini do'amu."
Dia bertanya kepadaku, "Apakah kamu beritahu hal itu kepada oranglain?" Aku jawab, "Tidak."
Dia berkata, "pergilah kamu baik-baik." Tapi kemudian aku bertanya penasaran, "Delegasi apa itu, yang di kirim kepadamu?"
Orang tua itu menceritakan, "Aku melihat diriku dalam cermin, tiba-tiba kulihat uban di wajahku, maka aku pun tahu, bahwa ia adalah delegasi dari Allah kepadaku."
Aku meminta didoakan oleh orang tua itu, tapi dia malah berkata, "Aku tidak pantas, tetapi marilah memohon kepada Allah dengan wasilah Rosul-Nya."
Aku bangkit bersamanya menuju makamnya Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam yang mulia itu. Di sana orang tua itu bertanya kepadaku, "Apa hajatmu?" Aku jawab, "Meminta maaf."
Kemudian orang tua itu berdo'a dengan suara lirih, dan aku pun mengamininya. Tiba-tiba saja dia condong kekuburan, dan ternyata dia sudah meninggal.
Maka aku pun menghindari sedikit darinya, sehingga orang-orang pun mengerti apa yang terjadi padanya. Maka berdatanganlah anak-anaknya, dan budak-budaknya untuk membawanya dan mengurusnya, dan aku sempat mensholatinya bersama yang lain.
Dari beberapa hikayat yang ditulis Imam Qurthubi, sesungguhnya semuanya itu menyampaikan hal yang sama yaitu tentang datangnya pemberi peringatan akan datangnya maut, salah satunya adalah tumbuhnya uban.
Selanjutnya kami melangkah langsung ke hikayat yang terakhir yang ditulis Imam Qurthubi, yang sebenarnya ada cerita yang kami lewati karena isi ceritanya sama. Hikayat yang terakhir ini bercerita tentang Nabiyullah Ibrohim 'Alaihis Salam dalam kisah Isro'iliyat.
Diceritakan bahwa nabi Ibrohim Al Kholil 'Alaihis Salam, ketika pulang mengorbankan anaknya, Isma'il, kepada Tuhannya Azza wa Jalla, istri beliau yang pertama yaitu Sarah, melihat pada janggut nabi Ibrohim 'Alaihis Salam, ada sehelai rambut putih.
Sarah merasa heran dengan apa yang dia lihat, karena Ibrohim adalah orang yang pertama-tama beruban, kemudian uban itu dia tunjukan kepada Ibrohim. Ibrohim memperhatikan rambut itu dan merasa tertarik, sebaliknya Sarah tidak menyukainya.
Sarah meminta agar nabi Ibrohim menghilangkan uban itu tapi nabi Ibrohim tidak mau, maka datanglah Malaikat Maut seraya berkata, "Assalamu 'alaika ya Ibrohim."
Nama beliau yang sebenarnya adalah Ibram, tapi Malaikat Maut menambahinya dengan huruf Ha dalam bahasa suryani, sehingga menjadi Ibrohim yang memiliki ungkapan penghormatan dan pemuliaan. Oleh karena itu nabi Ibrohim senang dengan panggilan itu. Beliau berkata, "Aku bersyukur kepada Tuhanku dan Tuhannya segala sesuatu."
Malaikat Maut menjelaskan, "Sesungguhnya Allah benar-benar telah menjadikan kamu orang yang terhormat di kalangan penghuni langit dan penduduk bumi. Dia memberimu tanda kehormatan dan keagungan pada namamu dan fisikmu. Adapun namamu, kamu panggil Ibrohim, baik di langit maupun di bumi. Sedangkan pada fisikmu, Allah menjadikan keagungan dan cahaya pada rambutmu."
Nabi Ibrohim menceritakan kepada Sarah semua yang dikatakan malaikat, lalu berkata, "inilah yang kamu benci, justru merupakan cahaya dan tanda keagungan."
Akan tetapi Sarah berkata, "Tapi aku tetap tidak menyukainya."
"Tapi aku menyukainya." Sahut nabi Ibrohim. Bahkan kemudian beliau berdo'a, "Ya Allah tambahkanlah kepadaku cahaya dan keagungan." Maka keesokan harinya janggut nabi Ibrohim 'Alaihis Salam menjadi putih semuanya.
Dalam hadit atsar Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam menyebutkan:
"Barangsiapa beruban sehelai dalam Islam, maka uban itu menjadi cahaya baginya pada hari kiamat."
Diriwayatkan pula bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah malu mengadzab orang yang beruban."
Penutup
Sesungguhnya ada banyak penjelasan berdasarkan khobar-khobar dalam bab ini. Begitu pula syair-syair yang menyampaikan tentang semua itu, tapi kiranya cukup dengan apa yang dipaparkan oleh Imam Qurthubi di dalam kitabnya.
Semoga apa yang dijelaskan di atas membuat kita lebih waspada terhadap datangnya tanda-tanda kematian sebagaimana disebutkan di atas, semoga Allah senantiasa memberikan taufik dan hidayah kepada kita, sehingga kita semangat dalam beribadah. Wallahu a'lam bishowab.
Post a Comment for "Para Delegasi Malaikat Maut Sebelum Datangnya Kematian"
Silahkan tinggalkan komentar tanpa menyertakan link