Tafsir Surat Al Fatihah | Tafsir Al Qurthubi
I. Surat Al Fatihah
1. Dengan (menyebut) nama Allah yang Maha Pemurah, Maha Penyayang.
2. Segala puji (hanya) milik Allah Tuhan seluruh alam.
3. Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang.
4. Pemilik hari pembalasan.
5. Hanya kepada Engkau kami menyembah dan memohon pertolongan.
6. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus
7. Jalan orang-orang yang Engkau beri ni'mat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, dan bukan jalan orang-orang yang sesat.
II. Keutamaan dan Nama-nama Surat Al Fatihah
Hakikatnya Al Qur-an itu kalam Allah yang mulia, maka setiap surat di dalam Al Qur-an itu memiliki keutamaan, bukan berarti Al Fatihah saja kalam Allah yang paling utama.
Abu Al Hasan Al Asy'ari, Qodhi Abu Bakar bin Ath Thoyib, Abu Hatim Muhammad bin Hiban Al Busti, dan sekelompok fuqoha lainnya, mereka berpendapat. "Tidak ada keutamaan bagi sebagian ayat dan surah Al Qur-an atas sebagian yang lain, sebab semuanya firman Allah. Demikian pula dengan nama-nama Allah, tidak ada keutamaan bagi sebagiannya atas sebagian yang lain."
Senada dengan apa yang disebutkan di atas, ada riwayat dari imam Malik dan Yahya bin Yahya mengatakan, "Mengutamakan sebagian Al Qur-an atas sebagian yang lain itu keliru."
Imam malik juga memakruhkan membaca sebuah surat Al Qur-an secara berulang-ulang dan sering, namun tidak surah yang lain." Wallahu a'lam.
Ala kuli hal, kalam Allah yang mulia itu tidak memiliki kekurangan, semuanya memiliki keutamaan, maka pengkhususan surat maupun ayat jangan serta merta mayakini bahwa sebuah ayat maupun surat tersebut adalah yang paling utama karena kwalitasnya. Sebegitu hati-hatinya ulama dalam hal ini.
Pengutamaan sebagian ayat dan surat Al Qur-an atas sebagian yang lain itu terdapat pada makna-maknanya yang agung, dan kwantitas makna-makna tersebut yang banyak, bukan dari aspek sifat, dan ini merupakan pendapat yang benar.
Al Fatihah Hanya Ada Pada Al Qur-an
Al Mufasir, Al 'Alim, Al Imam Al Qurtubi rohimahullahu ta'ala, mengutip hadits yang diriwayatkan oleh imam At Tirmidzi, dari Ubay bin Ka'ab:
"Allah tidak menurunkan seperti Ummul Qur-an (Al Fatihah) di dalam kitab Taurot, dan tidak pula di dalam Injil, dia adalah As Sab'u Al Matsani (tujuh ayat yang diulang), dia terbagi di antara Aku dan hamba-Ku apa yang dia minta."
Al Busti berkata, "Makna dari sabda Nabi: tidak ada di dalam Taurot dan tidak pula di dalam Injil seperti Ummul Qur-an, adalah Allah tidak memberikan pahala kepada pembaca Injil dan Taurot seperti yang diberikan kepada pembaca Ummul Qur-an, sebab Allah telah mengutamakan umat ini atas umat-umat yang lainnya."
"Allah memberi mereka pahala membaca firman-Nya lebih banyak daripada membaca firman-Nya selain Al Qur-an, yang diberikan kepada selain mereka. Semua itu merupakan anugerah dari Allah yang diberikan kepada umat ini.
Iblis Menjerit Ketika Surat Al Fatihah Diturunkan
Al Anbari menyebutkan di dalam kitab Ar Rod, ayahku menceritakan kepadaku, Abu Ubaidillah Al Warroq menceritakan kepadaku, Abu Daud menceritakan kepada kami, syaiban menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Mujahid, beliau berkata:
"Sesungguhnya Iblis menjerit empat kali, (pertama) ketika dilaknat oleh Allah, (ke dua) ketika diturunkan dari surga, (ke tiga) ketika Muhammad diangkat menjadi Nabi, (ke empat) ketika fathul kitab diturunkan, dan fathul kitab itu diturunkan di Madinah."
Fathul kitab maksudnya adalah surat Al Fatihah, surat pembuka dalam Al Qur-an yang berisi tujuh ayat yang Allah turunkan melalui malaikat Jibri 'Alaihis Salam di kota Madinah.
Surat Al Fatihah Tujuh Ayat yang Diulang-ulang
Imam Qurthubi mengutip hadits riwayat Al Bukhori dari Abu Sa'id Al Mu'alla, beliau berkata:
"Aku sholat di Masjid, lalu Rosulullah memanggilku, namun aku tidak menjawab Beliau. Aku kemudian berkata: "Ya Rosulullah sesungguhnya aku tadi sedang sholat."
Beliau bersabda: "Bukankah Allah telah berfirman, 'Penuhilah seruan Allah dan seruan Rosul, apabila Rosul menyeru kamu." (Al Anfal: 24)
Setelah itu Beliau bersabda: "Sesungguhnya aku akan mengajarkan kepdamu sebuah surat yang merupakan surat teragung di dalam Al Qur-an, sebelum engkau keluar dari masjid." Kemudian Beliau memegang kedua tanganku.
Ketika Beliau hendak keluar aku berkata kepadanya, "Bukankah engkau berkata, 'sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu sebuah surat yang merupakan surat teragung di dalam Al Qur-an?"
Beliau kemudian membaca, "Alhamdulillahi robbil 'alamin (dan seterusnya). Ia adalah As Sab'ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang) dan Al Qur-an yang agung, yang diberikan kepadaku."
Ibnu Abdil Barr berkata bahwa Abu Sa'id bin Al Mu'alla berasal dari kalangan terkemuka dari pembesar Anshor. Haditsnya diriwayatkan oleh Al Bukhori secara tersendiri. Namanya adalah Rofi'. Beliau dipanggil Harits bin Nufa'i bin Al Mu'alla, beliau juga dipanggil Aus Al Mu'alla, meninggal dunia pada tahun 74 Hijriyah dalam usia 64 tahun. Beliaulah orang pertama sholat menghadap kiblat (Ka'bah), ketika arah kiblat dipalingkan ke Ka'bah.
Di dalam sholat, sedikitnya dua kali surat Al Fatihah dibacakan. Dan membaca surat Al fatihah di dalam sholat adalah termasuk rukun kauli artinya wajib diucapkan.
Surat Al Fatihah Adalah Induk Semua Surat Dalam Al Qur-an
Surat Al Fatihah mempunyai sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh surat-surat lain dalam Al Qur-an. Al fatihah berisi dua puluh lima kata yang mencakup semua pengetahuan Al Qur-an.
Di antara kemuliaan surat Al Fatihah adalah, Allah membaginya menjadi dua bagian, sebagian untuk Dzat-Nya, sebagian lagi untuk hamba-Nya, sebagaimana telah disebutkan pada artikel sebelumnya tentang Pembahasan Lafafzdh Bismillah.
Selain itu, upaya mendekatkan diri (sholat) kepada-Nya pun tidak akan dianggap syah kecuali dengan membaca surat Al Fatihah, dan tidak ada aktivitas apapun yang pahalanya sebanding dengan pahala membacanya.
Atas dasar inilah ia dijadikan ummul Qur-an Al 'Adzhim (Induk surat-surat Al Qur-an yang agung), sebagaimana seluruh kandungan Al Qur-an yang berisi tauhid, hukum dan nasehat. Maka di dalam surat Al Fatihah terangkum secara ringkas dan berbobot yang kemudian diurai dalam surat-surat berikutnya.
Adapun surat Al Ikhlas hanya memuat keseluruhan surat-surat bermuatan tauhid, sehingga surat ini dikatakan sepertiga Al Qur-an.
Surat Al Fatihah Tergantung di Arsy
Imam Qurthubi menyebutkan sebuah riwayat dari sayidina Ali karomallahu wajhah, bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Fathul kitab (Al Fatihah), ayat Kursi, dan شهد الله أنّه لا إله إلا هو (surat Ali Imran: 18) serta قل اللهم مالك الملك (surat Ali Imran: 26), ayat-ayat ini tergantung di Arsy, dimana tidak ada penghalang diantara ayat-ayat ini dengan Allah."
Sanad hadits ini dihubungkan kepada sayidina Ali oleh Abu Amru Ad Dani dalam kitabnya Al Bayaan.
Nama-nama Surat Al Fatihah
Surat Al Fatihah memiliki dua belas nama, diantaranya yaitu:
- Ash Solah (sholat).
- Al Hamdu (pujian).
- Fatihatul Kitab (pembuka alkitab).
- Ummul Kitab (induk kitab).
- Ummul Qur-an (induk Al Qur-an).
- Al Matsani (yang diulang-ulang).
- Al Qur-an Al 'Adzhim (Al Qur-an yang agung).
- Asy Syifaa' (penawar).
- Ar Ruqyah (surat ruqiyah).
- Al Asas (dasar).
- Al Waafiyah (yang lengkap).
- Al Kafiyah (yang cukup).
III. Diturunkannya Surat Al Fatihah dan Hukum-hukumnya
Surat Al Fatihah termasuk surat Makiyah menurut pendapat yang paling shohih, meski ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa surat Al Fatihah itu diturunkan di Madinahq. Surat Al Fatihah berisi tujuh ayat menurut pendapat yang unggul, karena ada sebagian ulama berpendapat bahwa Al Fatihah berisi enam ayat ada juga yang berpendapat delapan ayat.
Jumlah Ayat Dalam Surat Al Fatihah
Seperti yang disebutkan di atas bahwa Fathul Kitab atau surat Al Fatihah itu berisi tujuh ayat menurut kesepakatan ulama yang lebih kuat, namun berbeda dengan apa yang diriwayatkan oleh Al Husein Al Ju'fi yang menyatakan bahwa Al Fatihah berjumlah tujuh ayat.
Apa yang dikemukakan oleh Al Husein Al Ju'fi tentang jumlah ayat dalam surat Al Fatihah itu merupakan pendapat yang asing, sebagaimana pendapat yang diriwayatkan Amru bin Ubaid yang menjadikan kalimah إيّاك نعبد adalah satu ayat, yang berarti bahwa jumlah ayatnya menjadi delapan ayat, dan pendapat ini pun termasuk pendapat yang asing.
Umat Islam juga sepakat, bahwa surat Al Fatihah adalah bagian dari Al Qur-an, dan Al Fatihah adalah surat yang dibaca lebih dulu sebelum membaca surat-surat yang lain di dalam sholat, dan bagian dari rukun sholat.
Apakah Al Fatihah Itu Surat Madaniyah Ataukah Surat Makiyah?
Ibnu Abbas, Qotadah, Abu Al Aliyah Ar Royahi (Rufa'i) dan yang lainnya mengatakan bahwa surat Al Fatihah adalah surat yang diturunkan di Mekah.
Berbeda dengan Abu Huroiroh, Mujahid, Atho' bin Yasar, Az Zuhri dan yang lainnya mengatakan bahwa surat Al Fatihah adalah surat yang diturunkan di Madinah.
Ada pula yang berpendapat bahwa surat Al Fatihah sebagian diturunkan di Mekah dan sebagian lagi diturunkan di Madinah. Pendapat ini diriwayatkan oleh Abi Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrohim As Samarqondi dalam tafsirnya.
Dari ketiga pendapat di atas, pendapat yang pertama adalah pendapat yang paling shohih, karena berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan sesungguhnya kami berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Qur-an yang agung." (Al Hijr:87).
Berdasarkan ijma' ulama sholat itu pertamakali dilaksanakan di Mekah, yang mana surat Al Fatihah adalah bagian dari rukun sholat, sebagaimana perintah Rosulullah yang menyebutkan bahwa tidak ada sholat yang syah kecuali membaca surat Al Fatihah.
Al Fatihah Bukanlah Surat yang Diwahyukan Pertamakali Kepada Rosulullah
Dari berbagai pendapat ulama tentang dugaan, bahwa ketika di goa Hiro' Rosulullah mendapat wahyu berupa surat Al Fatihah, maka imam Qurthubi berpendapat bahwa Jibril tidak mengajarkan sedikitpun surat Al Fatihah kepada Rosulullah ketika berkholwat di goa Hiro'.
Beliau juga menjelaskan, bahwa surat Al Fatihah itu diturunkan di Mekah, berdasarka firman Allah yang menyebutkan, "Dia dibawa turun oleh Ar Ruh, Al Amin (Jibril)." (Asy syuraa: 193).
Dari ayat ini menjelaskan bahwa ayat Al Qur-an disampaikan oleh Jibril, dan jibril membawa redaksi surat Al Fatihah yang diterima oleh Rosulullah di kota Mekah, sedangkan malaikat itu membawa pahalanya di kota Madinah.
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa Al Fatihah itu sebagian di turunkan di Mekah, kemudian sebagiannya lagi diturunkan di Madinah adalah berdasarkan riwayat Ats Tsa'labi, namun pendapat yang pertama adalah yang paling utama karena beliau menghimpun dalil dari Al Qur-an dan As Sunah. Milik Allah lah semua puji dan anugerah. Demikian yang disebutkan imam Qurthubi.
Membaca Taujih Sebelum Membaca Al Fatihah Dalam Sholat
Seperti yang disebutkan pada artikel sebelumnya tentang pendapat bahwa lafadzh Bismillah bukan termasuk surat Al Fatihah adalah pendapat yang shohih, maka ketika seseorang sudah menetapkan itu, hukum seorang musholi (orang yang sholat) dia harus mewasholkan bacaan Bismillah dengan surat Al fatihah dan tidak boleh diam.
Orang tersebut tidak boleh membaca taujih (do'a iftitah) dan tidak boleh pula membaca tasbih. Hal ini berdasarkan hadits sayidatu Aisyah rodhiyallahu 'anha:
"Rosulullah Sholallahu 'alaihi wa Sallam selalu mengawali sholatnya dengan takbir dan bacaan Al Hamdulillahi Robbil 'alamin (surat Al Fatihah)...." (Shohih Muslim). Senada dengan apa yang juga disebutkan oleh Anas bin Malik, mereka tidak menyebutkan lafadz Bismillah, baik di awal maupun di bagian akhir.
Namun demikian, ada beberapa hadits yang menganjurkan untuk membaca taujih, tasbih ataupun diam. Demikianlah yang dikatakan oleh sekelompok ulama.
Sementara itu imam Syafi'i memegang pendapat yang diriwayatkan dari sayidina 'Ali karomallahu wajhah, bahwa Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam jika mengawali sholat, maka Beliau bertakbir kemudian membaca, "wajahtu wajhiya..." (do'a iftitah). (Shohih Muslim).
Sedangkan Al Mundzir telah menetapkan bahwa apabila Rosulullah membaca takbir di dalam sholat, maka Beliau diam sejenak sebelum membaca: اللهم باعد بيني وبين خطا ياي dan seterusnya. Do'a ini dipraktekan oleh Abu Huroiroh.
Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Hukum Membaca Al Fatihah Dalam Sholat
Disebutkan bahwa ada perbedaan pendapat ulama tentang kewajiban membaca surat Al Fatihah di dalam Sholat. Seperti Ibnu Khuwaizimandad yang menjelaskan pendapatnya imam Malik, beliau berkata bahwa sholat seseorang dianggap batal ketika lupa membaca surat Al Fatihah pada satu raka'at di dalam sholat yang terdiri dari dua raka'at.
Namun demikian, ada kalanya imam Malik berpendapat bahwa orang yang lupa membaca surat Al Fatihah itu harus melakukan dua sujud sahwi. Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Hakam dan yang lainnya, dari imam Malik.
Sedangkan Hasan Al Bashri dan ulama Bashroh lainnya berpendapat bahwa membaca fatihah satu kali saja di dalam sholat itu sudah mencukupi, dan tidak perlu mengulang sholatnya. Berdasarkan hadits Rosulullah tentang "Tidak ada sholat bagi orang yang tidak membaca ummul Qur-an." Yang berarti satu kali saja sudah mencukupi, menurut pendapat beliau.
Dari perbedaan pendapat ulama ini, imam Qurthubi berargumentasi, "Ada kemungkinan, bahwa yang dimaksud hadits tersebut adalah: Tidak ada sholat (tidak syah) bagi orang yang tidak membaca ummul Qur-an pada setiap raka'at, dan ini adalah pendapat yang benar. Atau tidak ada sholat (tidak syah) bagi orang yang tidak membaca ummul Qur-an pada sebagian besar jumlah raka'at. Inilah yang menyebabkan adanya perbedaan pendapat, wallahu a'lam."
Dari hadits Nabi inilah, adanya silang pendapat ulama tentang hukum membaca surat Al Fatihah. Sebagian ulama ada yang berpendapat harus dibaca di setiap raka'at, dan sebagian lagi berpendapat boleh dengan hanya membaca sekali saja di dalam sholat.
Hukum Membaca Al Fatihah Bagi Makmum Dalam Sholat
Adapun makmum, jika dia menemukan imam sedang ruku', maka imamlah yang menanggung bacaan Al Fatihahnya. Sebab para ulama telah sepakat ketika makmum menemukan imam sudah ruku' maka dia cukup bertakbir langsung ruku' tanpa membaca apapun.
Namun, apa yang dilakukan oleh makmum tadi bukanlah perkara yang diwajibkan. Artinya tidak apa-apa jika makmum memilih ketinggalan raka'at dan menunggu imam menyelesaikan raka'atnya.
Berbeda kasus, dengan makmum yang menemukan imam masih berdiri belum mengucapkan takbir intiqol untuk ruku', maka makmum harus membaca surat Al Fatihah.
Kemudian, yang harus diperhatikan seorang makmum yaitu tidak membaca surat Al Fatihah ketika sholat yang bacaannya disamarkan, namun menurut imam Malik, ini bukanlah perkara yang diwajibkan bagi makmum.
Begitupun ketika imam membacakan surat Al Fatihah dalam sholat, maka makmum pun tidak diwajibkan membaca surat Al Fatihah, pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki berdasarkan dalil Al Qur-an dan hadits.
Sedangkan menurut kaul qodim imam Syafi'i, yakni fatwa beliau ketika masih tinggal di Baghdad, beliau pernah berkata, "Makmum harus membaca surat Al Fatihah jika imam tidak mengeraskan bacaannya, tapi dia tidak wajib membacanya jika imam mengeraskannya."
Kaul imam Syafi'i ini kalau kita lihat pada posisi netral. Berbeda pendapat soal hukum tapi tetap mengerjakan apa yang dikerjakan oleh madzhab lain, yang membedakan itu hukum wajib atau tidaknya.
Sedangkan bagi makmum yang kesulitan membaca surat Al fatihah seperti tidak hafal, maka wajib baginya berdzikir menggantikan bacaan Fatihah.
Kemudian mayoritas ulama sepakat, bahwa membaca surat selain surat Al Fatihah di dalam sholat itu tidak diwajibkan, dan tidak diperbolehkan mengganti bacaan sholat menggunakan bahasa selain bahasa Arab.
IV. Mengucapkan Amiin Setelah Membaca Al Fatihah dan Setelah Berdo'a
Kesunahan Mengucapkan Amin Setelah Membaca Al Fatihah
Disebutkan oleh ulama kita, bahwa disunahkan kepada orang yang membaca Al Qur-an untuk membaca amiin setelah selesai membaca surat Al Fatihah hingga selesai dan berhenti sejenak sebelum mengucapkan amin. Tujuannya adalah untuk membedakan bahwa kata amiin bukan termasuk bacaan Al Qur-an.
Kesunahan Mengucapkan Amiin Setelah Membaca Al Fatihah Di Dalam Sholat
Di dalam kitab Shohih Al Bukhori pada pembahasan tentang adzan, bab imam mengeraskan bacaan amiin, Abu Huroiroh menyatakan bahwa Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Apabila imam membaca amiin, kemudian mereka (makmum) membaca amiin, maka siapa yang amiinnya bertepatan dengan pengucapan amiin malaikat, maka dia akan diampuni dari dosa-dosanya yang telah lalu."
Dari hadits di atas maka ada empat faktor yang terlibat di dalam pengucapan amiin. Pertama amiinnya imam, ke dua amiinnya makmum, ke tiga amiinnya malaikat dan yang ke empat kesesuaian antara bacaan aminnya imam maupun makmum dengan aminnya malaikat. Namun ada juga ulama yang mengatakan ke empat itu keikhlasan seseorang dalam berdo'a.
Sebagaimana sabda Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam yang menyebutkan:
"Berdo'alah kalian kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan dikabulkan. Dan ketahuilah bahwa Allah itu tidak akan mengabulkan do'a yang keluar dari hati yang lalai lagi main-main." (H.R. At Tirmidzi)
Kesunahan Mengucap Amiin Setelah Berdo'a
Abu Daud meriwayatkan dari Abu Mushobbah Al Maqro'i, beliau berkata:
"Kami bertamu kepada Abu Zuhair An Namiri, dia adalah seorang sahabat. Dia kemudian menceritakan sebuah hadits yang paling baik. Jika seorang dari kami berdo'a, maka dia berkata, 'akhirilah do'a itu dengan membaca amiin. Sebab amiin itu laksana stempel di atas kertas."
Abu Zuhair juga menceritakan, bahwa beliau keluar bersama Rosulullah pada suatu malam, kemudian beliau bersama Rosulullah mendatangi seseorang yang sedang berdo'a kepada Allah dengan mendesak.
Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam kemudian berhenti untuk mendengar permohonan orang itu, Beliau kemudian bersabda:
"Dia akan dikabulkan do'anya jika dia mengakhiri do'anya."
Seorang lelaki dari mereka berkata kepada Beliau, "Dengan apa dia mengakhiri do'anya?"
Rosulullah menjawab, "Dengan mengucap amiin. Seandainya dia mengakhiri dengan mengucap amiin, maka do'anya akan dikabulkan."
Lelaki yang bertanya kepada Nabi itu kemudian pergi, dia mendatangi orang yang berdo'a itu, lalu berkata kepadanya, "Akhirilah pulan dengan mengucapkan amiin, maka berbahagialah engkau."
Al Harowi berkata, bahwa dengan mengucap amiin, maka Allah akan mencegah bencana dan malapetaka yang menimpa hamba-Nya, sehingga ia diibaratkan sampul buku yang berfungsi melindunginya, mencegahnya dari kerusakan dan menutupi apa yang di dalamnya.
Makna Kata Amiin
Adapun makna kata amiin menurut para ahli ilmu adalah ya Allah kabulkanlah do'a kami. Ungkapan ini ditempatkan pada ungkapan do'a, namun sekelompok ulama mengatakan bahwa amiin adalah salah satu nama Allah. Pendapat ini diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad, Mujahid dan Hilal bin Yisaf.
Pendapat yang serupa juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, dari Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam, namun hal ini tidak syah. Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Al Arobi.
Sedangkan menurut Al Jauhari, makna amiin adalah demikianlah, maka hendaklah jadilah ia.
Al Kalabi meriwayatkan dari Abu Sholih, dari Ibnu Abbas, beliau berkata, "Aku bertanya kepada Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam apa makna amiin?" Rosulullah menjawab, "Ya Tuhan lakukanlah."
Muqotil berkata, "Amiin adalah penguat do'a dan permintaan diturunkannya keberkahan." Sedangkan menurut imam At Tirmidzi makna amiin adalah janganlah Engkau memupus pengharapan kami."
Cara Mengucapkan Kata Amiin
Lafadz amiin bisa dibaca dengan dua pengucapan, yang pertama dibaca panjang sesuai dengan wazan "Faa'iil", seperti yaasiin, jadi yang pertama boleh dibaca آمين dan yang kedua bisa dibaca pendek sesuai dengan wazan "Yamiin" jadi yang kedua boleh dibaca امين yang keliru itu mentasdidkan huruf mim pada lafadz amiin.
Namun menurut riwayat Hasan bin Abi Al Hasan Al Bashri Abu Sa'id, seorang ahli fikih zahid, juga seorang sufi yang agung. Beliau berpendapat bahwa lafadz amiin boleh ditasdidkan pada huruf mimnya. Seperti pada surat Al Maidah ayat 2 Allah berfirman: وَلَاۤ آٰمِّيۡنَ الۡبَيۡتَ الۡحَـرَامَ "Dan jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah."
Dan menurut riwayat Abu Nashr Abdurrohim bin Abdul Karim Al Qusyairi, bahwa Al Jauhari berkata: "Kata amiin itu mabni fatah seperti Aina dan Kaifa, sebab adanya sukun pada lafadzh ini. Namun, Engkau dapat mengatakan "Ammana fulaan ta'miinan." (Si fulan membaca amiin).
Hukum Membaca Amiin Bagi Imam
Di dalam hadits riwayat Muslim, Abu Musa Al Asy'ari menceritakan bahwa Rosulullah berceramah, lalu Beliau menerangkan sunah serta mengajarkan sholat, Beliau bersabda:
"Apabila kalian sholat, maka luruskanlah barisan kalian kemudian hendaklah salah seorang diantara kalian mengimami kalian. Apabila dia bertakbir, maka bertakbirlah kalian. Apabila dia membaca (surat Al Fatihah sampai selesai), maka katakanlah oleh kalian amiin, niscaya Allah akan menjawab (mengabulkan) kalian."
Hadits ini dijadikan dalil yang shohih bahwa imam boleh mengeraskan suaranya ketika mengucapkan amiin. Sebagaimana telah dijelaskan dalam shohih bukhori pada bab imam mengeraskan bacaan amiin.
Mayoritas ulama sepakat termasuk imam Syafi'i, bahwa imam mengucapkan amiin setelah Al Fatihah dalam sholat itu boleh dan tidak ada larangan. Sebagaima riwayat yang menyebutkan bahwa ketika Rosulullah selesai membaca Al Fatihah, maka Beliau mengucapkan amiin, hingga orang-orang dibelakangnya mendengar suara belia sehingga masjid bergema. Demikian yang disebutkan Abu musa dalam kitab Sunannya Ibnu Majah.
Dalam hal ini, hendaknya ucapan imam dan para makmum bersamaan, dan mereka tidak boleh mendahului imam dalam mengucapkan amiin.
Hukum Mengeraskan dan Menyamarkan Bacaan Amiin
Para sahabat Abu Hanifah berkata, "Menyamarkan bacaan amiin itu lebih baik daripada mengeraskannya, sebab amiin itu do'a. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al A'rof ayat 55: "Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut."
Dalil yang menunjukan atas hal itu adalah keterangan yang diriwayatkan dalam pena'wilan firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua." (Q.S. Yunus: 89).
Saat itu Musa berdo'a, sementara Harun mengucapkan amiin. Namun demikian, Allah Ta'ala menamakan mereka berdua sebagai orang yang memanjatkan do'a.
Kesimpulannya adalah, menyamarkan do'a itu lebih baik hanya jika do'a akan dirasuki oleh riya. Adapun do'a yang diungkapkan dalam sholat berjama'ah, perlu diketahui bahwa memberi kesaksian atas do'a yang diucapkan dalam sholat berjama'ah itu merupakan tindakan yang dapat memunculkan syi'ar yang nyata.
Sementar memunculkan yang haq itu disunahkan kepada para hamba, sehingga dengan demikian imam pun disunahkan memperdengarkan (mengeraskan) bacaan Al Fatihah yang mencakup do'a dan bacaan amiin di bagian akhirnya.
Jika do'a saja disunahkan dibacakan dengan keras, maka mengucapkan amin pun demikian, dan amiin pun mempunyai hukum yang sama dengan do'a, dan ini merupakan suatu hal yang jelas.
Ucapan Amiin Belum Pernah Ada Sebelum Umat Rosulullah, Kecuali Nabi Musa dan Nabi Harun
At Tarmidzi Al Hakim menyebutkan dalam kitab Nawadir Al Ushul, bahwa Abdul Warits bin Abdush Shomad menceritakan kepada beliau, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Razin, Mu'adzin masjid Hisyam bin Hasan, menceritakan kepada kami, dia berkata: Anas bin Malik menceritakan kepada kami, dia berkata: Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada umatku tiga perkara, yang tidak diberikan kepada siapapun sebelum mrreka. Pertama salam, ia adalah ucapan selamat penghuni surga, dan barisan para malaikat, dan (yang ketiga) amiin, kecuali untuk Musa dan Harun." (H.R. As Suyuti dari riwayat Al Hakim dari Anas, dalam kitab Al Jami' Al Kabir).
Hadits ini oleh imam At Tirmidzi dimaknai, bahwa nabi Musa mendo'akan yang buruk kepada Fir'aun, sementara nabi Harun mengamininya. Kemudian Allah berfirman, menjawab do'a nabi Musa, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur-an surat Yunus: 89, "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kalian berdua."
Dalam hal ini Allah tidak menyebutkan perkataan nabi Harun, sebab nabi Musalah yang mengatakan, "Ya Tuhan kami." Sementara nabi Harun hanya mengucapkan "Amiin." Dengan demikian, Allah telah menanamkan musa orang yang berdo'a, di dalam Al Qur'an. Sebab Allah telah menjadikan apa yang keluar dari nabi Musa itu sebagai sebuah do'a.
Ulama berpendapat, bahwa ucapan amiin itu dikhususkan bagi muslim, sebagaimana sabda Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Sallam yang disebutkan oleh Ibnu Majah:
"Tidaklah Yahudi menaruh dengki kepada kalian karena sesuatu, sebagaimana mereka menaruh dengki kepada kalian karena salam dan amiin. Maka perbanyaklah membaca amiin."
Dalam hal ini menurut ulama adalah para ahli kitab kaum Yahudi, yang menaruh dengki kepada kita, karena awal amiin adalah pujian kepada Allah dan sanjungan untuk-Nya, lalu diiringi dengan permohonan petunjuk untuk kita agar dapat menuju jalan yang lurus, lalu diiringi dengan do'a yang buruk untuk mereka (akhir ayat surat Al Fatihah) yang diiringi oleh ucapan amiin dari kita.
![]() |
V. Tafsir Surat Al Fatihah dan Penjelasan I'robnya
A. Tafsir Surat Al Fatihah Ayat 2
Makna Firman Allah الحمد لله
Tafsir ayat pertama yaitu lafadzh Bismillah telah dijelaskan pada artikel kami sebelumnya, maka untuk artikel kali ini memasuki pembahasan surat Al Fatihah ayat dua.
Abu Muhammad Abdul Ghoni bin Sa'id Al Hafidzh meriwayatkan dari hadits Abu Huroiroh dan Abu Sa'id Al Kudri dari Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wasallam, Beliau bersabda:
"Apabila seseorang membaca الحمد لله maka Allah berfirman, "Hamba-Ku benar, segala puji hanyalah untuk-Ku."
Hadits lain juga menyebutkan, "Sesungguhnya Allah akan meridhoi seorang hamba jika dia memakan makanan kemudian dia memuji-Nya atas makanan itu, atau meminum minuman kemudian dia memuji-Nya karena minuma itu."
Al Hasan berkata, "Tidak ada satu ni'mat pun kecuali ucapan Alhamdulillah, adalah lebih baik darinya."
Pujian kepada makhluk, bagi seorang mu'min akan selalu mengaitkanya hanya kepada Allah, karena pujian itu hanya milik Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna dan seimbang, termasuk ni'mat yang dirasakannya. Maka yang terucap dari lisannya yaitu kata Alhamdulillah karena Allah lah yang Maha Pemberi Ni'mat, semua bersumber dari-Nya.
Segala keni'matan duniawi yang dirasakan seorang mu'min itu tidak ada artinya dibandingkan dengan memuji Allah yang jauh lebih ni'mat, karena sesungguhnya dunia itu fana.
Sebagaimana ulama berkata dalam sebuah riwayat, "Maka apa yang diberikan oleh si hamba adalah lebih banyak daripada apa yang dia ambil. Sebab Allah telah menjadikan kalimat Alhamdulillah sebagai sesuatu yang diberikan hambanya."
"Sedangkan dunia dijadikan sebagai sesuatu yang dia ambil dari Allah. Ini dalam pengaturan, namun demikian pula dalam pembicaraan, bahwa kalimat ini adalah bersumber dari si hamba, dan dunia adalah bersumber dari Allah."
"Padahal hakikatnya, keduanya adalah bersumber dari Allah. Sebab dunia ini bersumber dari Allah, dan kalimat itupun bersumber dari Allah. Allah memberinya dunia untuk membuatnya kaya, dan Allah memberinya kalimat itu untuk memuliakannya di akhirat."
Maka kesimpulannya, ucapan kata Alhamdulillah merupakan bagian dari syukur kepada Allah yang telah memberikan ni'mat, dengan menyanjung dan mengagungkan Allah. Karena sebagaimana janji Allah bagi hambanya yang pandai bersyukur yaitu ditambahkannya ni'mat, sedangkan bagi yang kufur yaitu adzab yang pedih.
Keutamaan Mengucap Alhamdulillah dan Mengucap La Ilaha Illallah
Baik lafadz Alhamdulillah maupun La Ilaha Illallah, keduanya adalah kalimah tauhid dan memiliki keutamaannya tersendiri. Maka tidak semestinya kita menyelisihi keduanya dengan menganggap salah satu dari keduanya itu lebih utama.
Lafadz Alhamdulillah merupakan kalimah pujian kita kepada Allah, sedangkan lafadz La Ilaha Illallah adalah persaksian bahwa hanya Allah yang haq disembah, menolak kekafiran. Keduanya memiliki persamaan tujuan, yaitu mengagungkan Allah.
Allah Dzat yang Maha Terpuji
Dalam bahasa Arab, kata Alhamdu artinya adalah pujian yang sempurna. Huruf Alif Lam pada lafadzh Alhamdu adalah huruf alif-lam istighroq yang mencakup semua jenis pujian.
Pujian makhluk kepada makhluk, pujian makhluk kepada Allah, pujian Allah kepada makhluk dan pujian Allah kepada Dzat-Nya, semuanya milik Allah, maka semua pujian akan kembali kepada-Nya.
Dengan demikian, Allah berhak atas semua pujian, sebab Dialah yang memiliki nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang luhur, dan kata Alhamdu terkadang dijama'kan kedalam bentuk jama' taksir qillah.
Maka berarti lawan dari kata Alhamdu yaitu Adz Dzam (cela'an). Seperti yang disebutkan dalam bahasa Arab, "Hamadtu arrojul (aku memuji seorang laki-laki), ahmaduhu hamdan (aku memujinya dengan pujian yang sesungguhnya), fahuwa hamid wa mahmudun (sehingga dia adalah orang yang terpuji lagi dipuji).
Sedangkan At Tahmid itu lebih mubalaghoh (lugas dan spesifik) daripada kata Alhamdu, Alhamdu lebih umum darpada kata Asy Syukr. Adapun makna kata Al Muhammadah adalah orang yang banyak mempunyai hal-hal yang terpuji, oleh karena itulah Rosulullah dinaimai dengan nama Muhammad.
Mayoritas ulama berpendapat, bahwa kata Alhamdu itu lebih umum daripada As Syhkr. Karena di dalam kata Alhamdu terkandung makna Asy syukr tapi di dalam kata As Syukr tidak ditempatkan di tempat kata Alhamdu.
Sebagaimana dikatakan oleh imam Qurthubi, bahwa Alhamdu itu merupakan sanjungan kepada yang dipuji dengan sifat-sifatnya tanpa didahului oleh perbuatan baik darinya, sedangkan Asy Syukr adalah sanjungan kepada yang disyukuri karena kebaikan yang telah dia berikan kepadamu.
Berdasarkan hal ini ulama berkata, Alhamdu itu lebih umum daripada Asy Syukr, karena dalam Alhamdu itu terdapat sanjungan, pujian dan syukur. Sementara balasan yang khusus itu hanya diberikan kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu. Oleh karena itulah dalam ayat tersebut kata Alhamdu menjadi lebih umum daripada Asy Syukr, dan kata Alhamdu juga diungkapkan untuk makna ridho.
Terakhir, bahwa pujian itu hanya Allah yang haq atas pujian-Nya terhadap Dzatnya, maka bagi manusia tidak boleh memuji dirinya sendiri, merasa dirinya paling suci atau lebih baik dari oranglain. Ingat, bahwa pujian kita kepada makhluk itu untuk memuji Allah yang telah menciptakannya dengan begitu sempurna.
Penjelasan I'rob Lafadz Al Hamdu
Pada kata الحمد semuanya sepakat bahwa lafadz tersebut berkedudukan rofa' dengan memberi harokat dhomah pad huruf Dal, meski sebagian ulama berbeda pendapat.
Dengan merofa'kan huruf Dal, maka kata Alhamdu ini berkedudukan sebagai mubtada juga khobar, dan fungsi khobarnya adalah memberikan manfaat. Sebagaimana dijelaskan oleh Sibawaih, bahwa orang yang merofa'kan huruf Dal itu memberitahukan bahwasanya pujian itu bersumber dari Allah dan makhluknya.
Sedangkan orang yang menashobkan huruf Dal pada kata Alhamdu memberitahukan bahwa pujian itu bersumber dari Allah semata.
Adapun makna pujian Allah terhadap Dzat-Nya yaitu untuk mengajarkan manusia bahwa Allah lah satu-satunya Dzat yang pantas mendapatkan pujian. Maka menurut ulama, makna dari lafadzh Alhamdulillah adalah ucapkanlah Alhamdulillah.
Makna Firman Allah ربّ
Kata ربّ العالمين yang artinya tuhan semesta alam (seluruh alam), memiliki makna pemilik seluruh alam karena yang memiliki sesuatu yaitu Robbnya, dengan demikian makna dari kata Ar Robb Al Maalik yang artinya pemilik.
Dalam As Shohah dinyatakan bahwa Ar Robb adalah salah satu dari sekian banyak nama Allah, namun nama ini tidak boleh digunakan untuk selain Allah, kecuali dengan disandarkan kepada kata lain.
Orang-orang Arab dari sejak zaman jahiliyah sudah menggunakan kata Robb untuk menyebut nama Tuhan, terlebih orang-orang Mekah sudah terbiasa menyebut nama Allah ketika mengucap sumpah "Wallahi." Meskipun mereka kufur, ini menandakan bahwa syari'at nabi Ibrohim masih melekat meski mereka meninggalkannya.
Ar Rob juga bisa diartikan As Sayid, sebagaimana firman Allah yang menyebutkan: اذكرني عند ربّك "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu." (Q.S. Yusuf: 42).
Dalam kitab At Tadzkiroh, imam Qurthubi juga menyebutkan bahwa kata Ar Robb adalah Al Mushlih (Yang Memperbaiki), Al Mudabbir (Pengatur), Al Jabbar (Pemaksa/tidak ada sesuatu yang bisa menolak kehendak-Nya), dan Al Qoo'im (Pengurus).
Sebagian ulama juga berpendapat bahwa nama Ar Robb adalah nama yang agung, sebab banyak digunakan orang-orang di dalam berdo'a. Renungkanlah hal itu dalam Al Qur-an, misalnya di akhir surat Ali Imran, surat Ibrahim dan yang lainnya.
Dari apa yang dijelaskan ulama tentang kata Ar Robb, maka kata ini mengandung sifat-sifat rububiyah seperti kasih sayang, rohmat, dibutuhkan semua makhluk, pemelihara/pendidik, yang Maha Mengatur, Pemilik dan Pemimpin.
Ketika huruf alif-lam masuk kedalam kata Ar Robb, maka kata ini dikhususkan hanya untuk Allah, namun ketika huruf alif-lamnya dibuang menjadi Robb, maka kata ini juga bisa digunakan untuk makhluk seperti kata, "Zaid robbud daar." Yang artinya Zaid si tuan rumah.
Sedangkan Allah itu Ar Robb, tuannya para pemilik, karena apa yang dimiliki manusia sesungguhnya milik Allah, semua hanyalah titipan, dan kita adalah orang yang Allah titipi, yang tentunya ada pertanggung jawaban.
Makna Firman Allah العالمين
Ulama ahli ta'wil dalam memaknai kata العالمين ini memiliki perbedaan pendapat yang sangat tajam. Qotadah berkata, "Al 'Aalamiin adalah bentuk jama' dari kata Aalam, yaitu semua yang ada kecuali Allah. Kata Aalam ini tidak mempunyai bentuk tunggal seperti kata qoum.
Jadi apa yang ada di semesta ini, dan apa yang kita lihat adalah alam kecuali Allah, karena Allah adalah Al Kholiq (yang menciptakan), sebagaimana disebutkan dalam tafsir Jalalain bahwa Alam itu artinya tanda, tanda bahwa Allah itu ada sebagai Tuhan yang menciptakan seluruh alam.
Ulama juga berpendapat bahwa penghuni setiap zaman adalah alam. Pendapat ini dikemukakan oleh Al Husein bin Al Fadhl. Sedangkan menurut Ibnu Abbas alam adalah jin dan manusia.
Berikut ini beberapa pendapat ulam tentang apa itu alam, diantaranya:
- Alam adalah sesuatu yang ada, kecuali Allah. (Qotadah).
- Alam adalah penghuni setiap Zaman. (Alhusein bin Al Fadhl).
- Alam adalah jin dan manusia, dan setiap yang memiliki ruh yang melata di muka bumi. (Ibnu Abbas)
- Alam adalah ungkapan bagi yang berakal, jin, manusia, malaikat dan syetan. (Al Faro' dan Abu Ubaidah ).
- Alam adalah makhluk yang mendapatkan rizki (Zaid bin Aslam)
- Alam berjumlah delapan belas ribu alam, dan alam dunia adalah salah satunya. (Wahb bin Munabbih).
- Alam berjumlah empat puluh ribu alam. (Abu Sa'id Al Khudri).
- Alam berjumlah delapan puluh ribu alam. Empat puluh di antaranya di darat dan empat puluh ribu lainnya di lautan. (Muqotil).
- Alam itu meliputi jin, manusia dan selain daripada keduanya yang terdapat di empat sudut bumi, setiap sudutnya terdapat seribu lima ratus alam. (Al Aliyah).
Dari apa yang ulama sebutkan di atas, imam Qurthubi memilih pendapat yang pertama, sebab mencakup seluruh makhluk dan semua yang ada. Sebagaima Allah berfirman: "Fir'aun bertanya, siapa Tuhan semesta alam ini? Musa menjawab; Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya." (Q.S. Asy Su'roo: 23-24).
B. Tafsir Surat Al Fatihah Ayat 3
Makna Firman Allah الرّحمن الرّحيم
Sebagaimana disebutkan di atas nama lain dari Allah yaitu Ar Robb yang di dalamnya terkandung sifat-sifat ketuhanan, maka sifat Allah yang lainnya yaitu Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Ketika Allah mensifati Dzat-Nya sebagai tuhan yang memiliki seluruh alam, sesungguhnya lafadzh ini mengandung unsur peringatan, oleh karena itu Allah mensifati Dzat-Nya dengan sifat Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Kedua sifat ini mengandung unsur dorongan tujuannya untuk menyatukan unsur takut dan cinta kepada-Nya.
Sebagaimana dijelaskan pada artikel sebelumnya tentang pembahasan lafadz Bismillah dalam surat Al Fatihah, bahwa sifat Rohman Allah merupakan rahmat, kebaikan bagi seluruh makhluk akan tetapi sifat Rohim Allah hanya untuk hamba-hamba-Nya yang beriman.
Sehingga sifat Allah ini mendorong manusia untuk taat kepada-Nya dan mencegah dari perbuatan maksiat, karena sifat Ar Rohim Allah itu hanya untuk mereka yang beriman. Kebaikan Allah itu meliputi seluruh makhluk (Ar Rohman), tapi apa yang manusia raih dan ia dapatkan belum tentu diridho'i Allah, inilah yang disebut cinta.
C. Tafsir Surat Al Fatihah Ayat 4
Makna Firman Allah مالك
Ayat ke empat dari surat Al Fatihah ini memiliki arti yang menguasai hari pembalasan. Dan lafadzh malik ini diletakan huruf alif yang berarti bacaannya dipanjangkan yaitu maalik, maka berarti penguasa. Sedangkan jika tanpa alif, maka menjadi malik (raja).
Abu Hatim berkata, bahwa lafadz Al Maalik itu lebih mubalaghoh (lugas/tepat) untuk menyanjung sang kholiq daripada lafadzh malik. Sedangkan lafadzh malik lebih mubalaghoh untuk menyanjung makhluq daripada maalik.
Perbedaan di antara keduanya yaitu bahwa lafadzh maalik (yang menguasai) yang berupa makhluq itu bukanlah malik, maka jika Allah itu maalik maka Dia pun malik. Pendapat Beliau ini diikuti oleh Al Qodir Abu Bakar bin Al Arobi.
Dari sekian banyaknya argumentasi ulama tentang lafadz malik ini, apakah dibaca maalik ataukah malik, maka alangkah baiknya kita simak pendapat dari imam Qurthubi dalam kitab tafsirnya yang sedang kita bahas ini.
Imam Qurthubi berkata, "Sebagian ulama berargumentasi bahwa lafadzh maalik lebih mubalaghoh karena pada lafadz maalik ini terdapat tambahan huruf, sehingga orang yang membacanya pun akan mendapat tambahan pahala sepuluh kali lebih banyak daripada orang yang membaca malik."
Imam Qurthubi menambahkan, "Hal yang demikian tadi jika dilihat adalah lafadzhnya, bukan maknanya. Sementara bacaan yang telah ditetapkan adalah menggunakan lafadzh malik, dan sebagaimana telah kami jelaskan, dalam lafadz malik ini terdapat makna yang tidak terkandung pada lafadzh maalik, wallahu a'lam."
Kata Al Malik ini tidak boleh digunakan untuk menamai selain Allah seperti disebutkan dalam hadits riwayat Muslim dalam pembahsan tentang etika, dari Abu Huroiroh, beliau berkata, "Rosulullah Sholallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Orang yang paling dimurkai oleh Allah pada hari kiamat dan orang yang paling buruk adalah orang yang dinamai Malik Al Amlak (Penguasa di atas penguasa). Tidak ada penguasa kecuali Allah, Maha Suci Dia."
Makna Firman Allah يوم الدين
Al Qur-an itu selain menceritakan umat-umat terdahulu juga menceritakan masa yang akan datang seperti hari kiamat, karena baik pengetahuan maupun kuasa Allah tidak diliputi oleh zaman, maka di dalam Al Qur-an Allah memberi gambaran agar manusia mempersiapkan bekal untuk hari akhir.
Kata maalik itu isim fa'il, dari kata malaka yamliku, sedangkan isim fa'il terkadang disandarkan kepada sesuatu yang terjadi kemudian. Demikian pula dengan firman Allah; مالك يوم الدين menurut pena'wilan ulama bahwa hal ini terjadi di masa depan.
Kata maalik pada surat Al Fatihah ini menurut pena'wilan ulama adalah Allah Maha Kuasa pada hari pembalasan. Yang berarti selain Allah menciptakan segala sesuatu, Dia juga sangat bisa bertindak sesuai kehendak-Nya. Hari pembalasan (hari kiamat) adalah hal yang sudah menjadi ketentuan Allah dan tidak ada sesuatupun yang bisa menghalangi kehendak-Nya.
Sedangkan kata Ad Diin, menurut pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ibnu Juraih, Qotadah dan yang lainnya mengatakan bahwa ia itu artinya pembalasan atas perbuatan dan hisab terhadapnya. Maka dengan demikian lafadzh يوم الدين itu artinya hari pembalasan yang terjadi saat kiamat dan setelahnya.
D. Tafsir Surat Al Fatihah Ayat 5
Makna Firman Allah إيّاك نعبد
Firman Allah إيّاك نعبد ini memiliki arti "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah." Disini Allah berdialog dengan hambanya, sebab pada ayat sebelumnya merupakan pemberitahuan dari Allah Ta'ala dan sanjungan terhadap-Nya.
Pada ayat ini seorang hamba sebenarnya berikrar kepada Dzat yang Maha Haq, untuk tidak menyembah sesuatu apapun kecuali Allah.
Makna lafadzh نعبد adalah "kami ta'at", dan ibadah itu adalah keta'atan dan ketundukan. Jika ayat ini dibaca ketika sholat sambil ditadaburi maknanya, niscaya kita akan merasa sedih dengan badan kita yang masih saja lalai sebagai seorang hamba.
Di dalam sholat, hal yang paling menyentuh hati adalah ketika menghayati bacaan Al Fatihah dan bacaan surat setelahnya, karena bagi mereka yang faham dan khusu', mereka merasa hina dihadapan Allah yang Maha Suci dan Maha Agung.
Makna Firman Allah وإيّاك نستعين
As Suhaimi berkata dalam kitab Haqoiqnya mengatakan, "Aku mendengar Muhammad bin Abdullah bin Syadzan berkata; Aku mendengar Abu Hafs Al Farghoni berkata; Barangsiapa yang mengakui إيّاك نعبد وإيّاك نستعين (hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan), maka dia terbebas dari faham Qodariyah dan Jabariyah."
Faham Qodariyah adalah faham di luar ahlu sunah, mereka meniadakan ikhtiar makhluk di dalam menuju apa yang Allah kehendaki. Dan perlu difahami Qodariyah itu bukan Qodiriyah, keduanya beda. Qodiriyah itu bukan sekte maupun aliran, tapi metode dzikir yang dipelopori oleh syekh Abdul Qodir Al Jailani seorang tokoh sufi yang agung.
Sedangkan Jabariyah beranggapan bahwa manusia sama sekali tidak punya pilihan, mereka menjalani takdir Allah dengan keterpaksaan tanpa mau berubah agar lebih baik karena segalanya sudah ditentukan oleh Allah.
Mayoritas qori' dan ulama mentasdidkan huruf Ya pada lafadzh إيّاك pada dua tempat yaitu pada lafadz selanjutnya, dan lafadzh وإيّاك نستعين adalah penyambung (athof) kalimat kepada kalimat lain.
Setelah kita mengucap ايّاك نعبد maka diteruskan dengan kata وإيّاك نستعين dua kalimat yang sama-sama menegaskan dan membenarkan bahwa Allah lah satu-satunya Tuhan yang haq disembah dan tempat kita memohon pertolongan, bukan kepada sesuatu selain Dia.
E. Tafsir Surat Al Fatihah Ayat 6
Makna Firman Allah إهدنا الصّراط المستقيم
Ayat ke enam ini merupakan do'a pengharapan seorang hamba kepada Allah. Adapun maknanya adalah tunjukanlah kami pada jalan yang lurus dan bimbinglah kami kepadanya. Perlihatkanlah kepada kami jalan hidayah-Mu yang akan menyampaikan kami pada kasih sayang dan kedekatan dengan-Mu.
Jika ulama fiqih berpendapat bahwa definisi sholat itu bisa berarti do'a, maka pendapat itu benar adanya. Karena sholat yang kita kerjakan di dalamnya ada do'a selain kata-kata pujian dan sanjungan untuk mengagungkan Allah, termasuk di dalamnya ada do'a kita kepada Rosulullah dalam ucapan sholawat yang termasuk rukun kauli di dalam sholat.
Menurut pendapat lain, makna dari ayat ke enam ini adalah berikanlah petunjuk kepada kami untuk mengamalkan sunah-sunah dalam melaksanakan kewajiban-Mu.
Jalan yang lurus yang dimaksud dalam firman Allah ini menurut ulama adalah agama Islam. Agama yang diridhoi oleh Allah yang harus dipeluk oleh umat manusia agar selamat di dunia maupun di akhirat.
Ada juga yang berpendapat bahwa makna ayat ke enam ini adalah mengikuti sunah Rosulullah dan para sahabatnya.
F. Tafsir Surat Al Fatihah Ayat 7
Makna Firman Allah صراط الّذين انعمت عليهم
Ayat ke tujuh ini memiliki arti "Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri ni'mat kepada mereka."
Kata shirooth di sini merupakan pengganti (badal) dari shirooth sebelumnya, yaitu pengganti dengan sesuatu dari sesuatu. Ungkapan ini seperti halnya ucapan, "Telah datang kepadaku Zaid, yaitu ayahmu."
Adapun makna dari kalimat ini adalah kekalkanlah petunjuk untuk kami. Sebab, ada kalanya manusia diberikan petunjuk ke suatu jalan, namun kemudian petunjuk itu diputuskan.
Menurut pendapat Ja'far bin Muhammad, maksud shiroth di sini bukanlah shirot yang terbentang di atas api neraka, tapi shiroth yang lain. Maknanya adalah pengetahuan dan pemahaman terhadap Allah Azza wa Jalla
Yang dimaksud orang-orang yang oleh Allah diberikan nikmat dalam ayat ini yaitu para Anbiya, shiddiqiin, para syuhada dan orang-orang sholeh.
Makna Firman Allah غير المغضوب عليهم ولا الضّآلّين
Ayat ini artinya adalah bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan mereka yang sesat.
Mayoritas ulama berpendapat, bahwa orang-orang yang dimurkai oleh Allah pada ayat ini adalah orang-orang Yahudi, dan orang-orang yang sesat itu adalah orang-orang Nasrani.
Pendapat ulama tersebut tentu berdasarkan hadits Nabi dan juga dalil Al Qur-an. Seperti hadits yang menjelaskan tentang kaum Yahudi yang dimurkai Allah dan didukung oleh Al Qur-an surat Al Baqoroh ayat 61. Dan surat Al Maidah ayat 77.
Namun ada juga yang berpendapat, bahwa orang-orang yang dimurkai oleh Allah itu adalah orang-orang musyrik. Sedangkan orang-orang yang sesat itu adalah orang-orang munafik. Sebagaimana dijelaskan nanti pada tafsir surat Al Baqoroh.
Penutup
Kiranya hanya sampai disini saja pembahasan surat Al Fatihah ini yang kami ringkas, dan kami ambil yang pentingnya saja karena memang pembahasan tafsir yang dipaparkan oleh imam Qurthubi ini sangat lengkap dan panjang untuk kita kupas seluruhnya.
Besar harapan kami apa yang kami sampaikan melalui tulisan kami yang tentu saja tidak luput dari kesalahan ini bisa bermanfaat bagi kami pribadi umumnya untuk semua pembaca. Mohon maaf atas segala kekurangan, semoga Allah memaafkan kami dan kita semua, karena yang benar itu datangnya hanya dari Allah.
Wallahu a'lam bishowab.
Post a Comment for "Tafsir Surat Al Fatihah | Tafsir Al Qurthubi"
Silahkan tinggalkan komentar tanpa menyertakan link